30 | Kidnapper

409 30 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo
_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Alunan tawa menggema di sebuah ruangan. Suaranya berat, namun menyiratkan kepuasaan. Seorang pria muda juga tertular, ikut terkekeh pelan. Ia menggelengkan kepala sambil mengapit nikotin diantara telunjuk dan jari tengahnya.

"Kau tahu, apa yang menyenangkan dari permainan catur ini?" tanya pria paruh baya menghentikan tawanya.

Pria muda itu menoleh ke sebuah papan hitam putih yang tersusun rapi bersama dengan bidak caturnya. Ia mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya.

"Mereka tak sadar jika posisinya hanyalah sebatas pion. Berdiri di garda terdepan. Berusaha melindungi raja dan patih nya." Perlahan sebuah tangan memajukan anak catur selangkah. Senyum remeh tersungging dari bibirnya.

"Namun mereka lupa, jika pion hanya sekedar alat. Bodohnya mereka percaya akan kesetiaan dan janji raja. Nyatanya, di sini raja mengorbankan kepercayaan itu untuk bisa mempertahankan kekuasaan wilayahnya. Bodoh, bukan?"

Pria muda itu menanggapinya dengan senyuman yang khas. Bibirnya tersungging sembari menyesap wine perlahan.

"Bukan hanya bodoh. Tapi juga tolol, lemah dan tak berotak. Di dunia ini tidak ada kesetiaan secara tulus, tidak ada rasa cinta tanah air secara sadar, rela dan ikhlas hanya kemunafikan. Sukarela hadir jika ada keuntungan setelahnya, begitupun kita." lanjut pria muda itu ikut menambahkan.

"Sayangnya, pion kita sudah berkurang. Mereka benar-benar lemah." Ia berdecih tak suka.

"Tenang, Dad. Pion kita mungkin berkurang dan nyaris membuat kita kewalahan. Tapi bagaimana dengan orang yang tertipu dan salah menyerang lawan? Bahkan itu lebih memalukan dari kekalahan. Sangat- sangat tolol, bukan?"

Mereka berdua tertawa bersamaan. Mengangkat gelas lalu bersulang penuh kepuasan. Ponsel dikeluarkan dari saku jas pria muda.

"Hanya satu pion lagi yang mampu kita korbankan, Dad. Aku tak yakin dengan dia," sahutnya.

"Kau lupa dengan anak jalang itu?"

"Ouh, hampir saja aku lupa dengannya." Seringai licik pria muda itu semakin lebar.

"Perempuan itu sudah melempar kartu merahnya?" tanya dia lagi.

"Tentu. Pertunjukan yang sesungguhnya akan terjadi tidak lama lagi, Dad."

Seringai iblis terukir di bibir pria paruh baya itu. Kilat matanya berapi-api penuh dendam.

"Bagus. Libatkan pion kita yang terakhir. Kita hancurkan mereka bersamaan!" titahnya tegas.

"Baiklah. Akan ku hubungi Melden segera."

✷✷✷

Kathleen menggenggam sebuah foto dengan tangan gemetar. Bola matanya sedikit menegang, menatap tulisan "I Love You, K" dengan tinta berbau amis seperti darah. Ia tidak ingin mengetahui lebih dalam isi kotak itu.

Perlahan Kathleen mundur. Meraba-raba kenop pintu di belakang sambil matanya bergulir melihat keadaan sekitar. Dengan cepat, Kathleen menendang kotak merah dibawahnya hingga tumpukan kelopak mawar dan foto-foto dirinya pun berserakan. Tak lupa beberapa jari manusia terlempar dari dalam kotak itu. Membuat badan Kathleen gemetar sempurna. Sontak ia memegang perutnya dengan rasa mual yang muncul tanpa diduga. Perempuan itu langsung menutup pintu dan bersandar.

Perlahan bahunya merosot. Tubuh Kathleen luruh dibalik pintu. Ia bersimpuh, meremas pakaiannya. Isak tangis terdengar lirih kian memberat. Pertahanan perempuan itu runtuh. Teror yang ia dapat kini menjadi-jadi.

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang