40 | William warned

348 22 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo
_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_



Rembulan sudah menampakkan diri. Mobil Dax berhenti di halaman mansion miliknya. Pria itu bergegas membukakan pintu mobil, saat Kathleen hendak keluar. Mereka berdua pulang hampir tengah malam.

Kathleen akui, ia kewalahan melayani libido setan milik Dax. Pria itu benar-benar menepati ucapannya. Sampai sore, lalu makan dan berlanjut hingga malam, begitu tuturnya. Benar saja, bahkan Kathleen makan dalam keadaan tanpa busana. Andai Kathleen tidak mengeluh perutnya keram, sudahlah remuk semua tulang perempuan itu hingga pagi. Sampai akhirnya, Kathleen meminta Dax mengantarkannya pulang. Ia ingin tidur di mansion.

Dax memapah, menggenggam tangan Kathleen yang terasa kecil di genggamannya. "Dingin?"

Kathleen menoleh, tersenyum kecil. "Sedikit."

Pintu mansion terbuka lebar. Mereka di sambut oleh jajaran maid dan bodyguard yang bertugas juga ... William. Pria paruh baya itu menyunggingkan senyum paling lebar.

"Cucu menantuku ..." sambutnya. Dax berdecih. Ia cegah segera tangan William saat hendak mengelus surai Kathleen.

"Ada apa grandpa?"

William menurunkan tangannya yang menyapa udara sambil melirik Dax sinis. "Posesif sekali."

Kathleen menyadari situasi canggung ini. Ia menoleh pada Dax. "Aku pergi ke kamar duluan." Perempuan itu takut mengganggu obrolan penting mereka.

"Kau di antar oleh Bibi Mey." Wanita tua yang di panggilnya menunduk hormat lalu menghampiri Kathleen. "Nanti aku menyusul," bisik Dax lalu memberi kecupan singkat.

William menahan senyum lalu berdehem. "Kita bicara di ruang kerjaku." Dax berjalan lebih dulu meninggalkan William.

Setelah mereka duduk nyaman di sofa. Keheningan tercipta, hanya bunyi kecil dari nikotin yang terbakar memenuhi sunyinya ruangan.

"Wajahmu terlihat cerah dari terakhir ku lihat." Suara William menginterupsi keheningan.

Dax tak menjawab. Bibirnya mengepulkan asap ke udara lalu mengulum senyum. Menghisap nikotin, membuang asapnya lalu mengulum bibir. Terus begitu.

Membuat William semakin yakin telah terjadi sesuatu antara Dax dan Kathleen. Sontak ia mendekat, menepuk bahu Dax sedikit keras.

Puk!

"Kau berhasil mengakui cintamu?" tanya William dengan sorot berbinar.

Dax terdiam. Ia tersenyum lalu berdehem sedikit. Cukup malu sebenarnya mengingat kejadian tadi siang. Mereka berdebat, saling memaki, menyatakan perasaan lalu berakhir terkapar di ranjang. Dengan gamblangnya, ia katakan perasaannya seperti orang sakau. Lalu berakhir menghujam keras wanita itu di ranjang tanpa bisa ia hentikan. Wanita itu, Kathleen. Wanitanya. Shit, hampir saja ia kebablasan. Segila itu, Dax tadi siang.

Melihat Dax malu, menahan senyumnya. Membuat William gemas tak terkira. Ia seperti melihat bayangan Dax saat putra dan menantunya masih hidup.

Saat Dax mudah tersipu malu hanya karena diberi permen oleh seseorang. Ia melihat tingkah Dax sewaktu kecil. Namun karena suatu tragedi, tawa Dax hilang beserta pipi merah dan tatapan binarnya. Dax berubah menjadi sosok monster dingin, angkuh, tak tersentuh.

"Shit! Kau seperti anak yang mengalami pubertas, cucuku. Seperti pria yang pertama kali mengenal cinta. Kau sukses menjadi normal!" pekiknya senang.

(⁠ー⁠_⁠ー⁠゛⁠)

Dax menyadari tingkah anehnya yang kelepasan di hadapan William. Ia kembali memasang wajah datar. "Sejak dulu aku normal," sahutnya.

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang