32 | Stubborn

342 26 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo
_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Ctar!

Srek

Entah berapa kali, cambuk itu dilayangkan. Melden mendesis. Pria itu memejamkan mata, menahan erangan sakit sekuat tenaga. Cambuk yang terbuat dari kulit kayu yang dipilin. Dengan timah bergerigi yang melingkar sepanjang tali membuat pakaian belakang Melden terkoyak habis. Bahkan sebagian kecil kulit punggungnya ikut tersangkut di timah itu.

Tawa rendah Dax terdengar puas. Seringai iblisnya kian melebar kala hidungnya mencium aroma anyir dari tubuh Melden. Derap kakinya perlahan mendekat, berjongkok satu menyamakan tinggi badannya dengan Melden.

"Masih memilih bungkam, hm?"

Kepala Melden mendongak. Wajahnya lebam, namun tidak menyembunyikan sorot kebencian pria itu.

"Bermimpilah sampai mati!" tegas Melden tersenyum remeh.

Mata Dax menggelap. Namun, kedua pipinya terangkat membentuk bingkai bibir menyeramkan. Ia menoleh pada Arlo seakan memberi perintah.

"Ouh, jadi kau ingin segera mati menyusul ayahmu, begitu?"

Rahang Melden mengeras. Suara gemeretak giginya terdengar membuat Dax tertawa berat.

"Tunjukkan!" titahnya.

Suara gesekan benda dengan tanah menimpa kesunyian. Bau busuk bangkai tercium samar-samar. Atensi manusia di ruangan itu sontak beralih. Mata Melden melebar tak percaya. Tangannya mengepal hingga memutih. Tampak ayahnya digusur hina dengan rantai di lehernya oleh seorang bodyguard. Bahkan ada dua wanita lainnya yang diperlakukan seperti itu.

"Setelah mati pun, mereka masih diseret seperti anjing. Kau ingin seperti mereka, hm?"

Dax menyeringai lebar sambil menunjuk pada tumpukan mayat tanpa busana. Masing-masing diantara mereka dipasang harness dari besi berkarat. Ya, ikat leher anjing.

Mata Melden memanas. Gemuruh dada kian menggebu dengan kebencian dan dendam yang mendarah daging.

"Damn! WHAT THE FUCK DID YOU DO TO THEM, HAH?!"

Bug

BRAK!

Darah segar keluar dari mulut Melden. Tendangan kasar pada perut pria itu tak main-main hingga punggungnya berkali-kali lipat sakitnya, menghantam dinding.

Dax berdecak, ia kembali mendekat. "Shut up! Anjing penurut tidak mungkin terus menggonggong pada tuannya. Bagaimana suaranya guk-guk, begitu Melden anjing!"

Dax tertawa berat diikuti para bodyguard nya. Mereka bersama-sama menertawakan pria menyedihkan itu. Melden hanya bisa menahan luapan benci. Matanya nanar menatap mayat Jorel mengenaskan tanpa busana dan dua wanita yang ia kenali salah satunya. Jalang Jorel, Bella.

Disisa harga dirinya yang dipermalukan, setetes bening meluncur tanpa bisa ia tahan. Nyatanya dirinya sudah kalah dari pria yang menjadi adik sambungnya. Pria setengah monster itu benar-benar gila dan merebut segala miliknya. Tatapan Melden kosong.

"Ppftthh!" Dax kian tertawa lepas. "Kau menangis seperti wanita, hm? Apa bawahanku harus memastikan isi celanamu, apakah berisi batang ... atau 'kah lubang?"

Kelakar tawa benar-benar memenuhi ruangan gelap nan pengap itu. Suaranya menggema hingga ke lubang-lubang tikus tak terlihat. Mereka lebih tertarik melecehkan harga diri Melden daripada mengamati tumpukan mayat yang sudah seperti sampah. Bahkan Dax kini sudah memegang segelas cantik wine ditangannya.  Tak ada yang lebih menyenangkan dari melihat musuh kesakitan dan terluka.

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang