44 | Swimming pool

278 12 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo

_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Kathleen merajuk. Perempuan itu marah, memunggungi Dax yang sejak tadi membujuknya. Helaan nafas keluar dari mulut pria itu. Bagaimana lagi, bawahannya tidak menemukan jejak wanita yang Kathleen duga. Mereka sudah menyebar di seluruh ruko terbengkalai itu dan tidak menemukan apapun.

Dax peluk Kathleen dari belakang, meski perempuan itu berontak. "Mereka tidak menemukannya, honey."

"Jadi kau kira, aku yang berbohong?!" cerca Kathleen skeptis. Perempuan itu berbalik. Menunggu jawaban.

"Tidak. Aku percaya padamu." Kathleen berdecak, dahinya mengerut kesal. "Jika percaya, cari di seluruh kota! Bukan malah berhenti!"

Dax tangkup pipi perempuan itu. "Hey, sayang. Aku percaya padamu. Ku suruh bodyguard ku nanti agar mencari ke seluruh kota. Jangan seperti ini, kendalikan emosimu. Tidak baik jika kau terus marah-marah begini, hm?"

Kathleen tersadar. Kerutan di dahinya pudar dengan wajah yang sontak melemah. Dirinya terlampau kesal dengan mereka yang seolah menganggap Kathleen berhalusinasi.

"Maaf."

Dax menggerakkan bahu Kathleen agar berbaring. Ia elus perut Kathleen yang membesar itu dari samping. "Apapun hasil dari pencarian bodyguard ku nanti, kau harus menerimanya, honey. Aku berharap jika dugaanmu benar."

Kathleen mengangguk lemah. Dirinya menarik selimut, merapatkan diri agar lebih dekat dengan Dax. Hening sejenak, Kathleen bergeming memikirkan ucapan Dax. Jika seandainya Thalia benar ada dan di temukan, berarti teror yang menimpanya dulu hanya main-main. Tapi kenapa? Untuk apa? Atau peneror itu masih ada dan mengulur waktu untuk muncul di waktu yang tepat?

Sontak raut wajah Kathleen berubah. Keningnya mengerut tanpa sadar. Melihat itu, Dax mengelus lembut dahi perempuan itu.

"Kau memikirkan apa, hm?"

Kathleen mendongak. Di tilik mata kelam Dax dengan sorot ragu. "Dax, kau percaya padaku 'kan."

Pria itu mengangguk yakin. Kathleen menarik nafas dalam-dalam sebelum berbicara. Menyakinkan diri bahwa pria yang akan menjadi calon suaminya itu harus tahu tentang masa lalu Kathleen. Dax berhak tahu.

"Aku pernah di teror."

Hening. Dax termangu begitupun elusan di kening Kathleen terhenti. Bola mata Kathleen bergetar dengan mulut yang bergerak kaku tapi tak mengeluarkan suara. "Dulu, a─ aku aku ..."

"Aku tahu." Dax mengecup singkat bibir Kathleen. Di rengkuh tubuh mungil Kathleen penuh kehangatan. Membuat perempuan itu terpejam dalam pelukan.

"Ada aku. Aku bersamamu, jangan takut," lanjut Dax.

Ketakutan Kathleen memudar perlahan, ia merasakan aman saat bersama Dax. Pria yang sempat ia benci setengah mati, pria yang ia caci habis-habisan. Namun, kini Dax berubah. Dalam dekapannya, Kathleen merasa aman. Dalam rengkuhannya, Kathleen merasa pulang.

Terhanyut dalam kehangatan, hingga suara pesan ponsel Dax berbunyi. Melirik ia pada Kathleen yang terpejam. Dax mengecup kening perempuan itu sebelum akhirnya meninggal ranjang.

"Sweet dream, honey."

Raut wajah Dax sontak berubah datar. Tatapan matanya menggelap dengan tangan yang mengepal, memegang ponsel.

***

"Kau harus segera pergi ke Paris, Dax." Suara William terdengar serius melalui ponsel.

"Kau tak bisa menanganinya sendiri?"

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang