41 | He can be romantis too

327 17 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo
_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Semilir angin menerbangkan anak rambut Kathleen. Rooftop mansion milik Dax, di sini kaki perempuan itu berpijak. Memandangi senja yang menyejukkan mata. Hingga sebuah kecupan tiba-tiba mendarat di pelipisnya.

"Kau pulang lebih awal? Kenapa tak mengabariku?" Kathleen menoleh pada tubuh tegap Dax.

"Kejutan."

Kathleen terkekeh lalu menggeleng pelan. Biasanya, pria itu pulang saat malam tiba. "Maaf, tidak sempat menyambut mu. Kau sudah makan, hm? Atau kau ingin mandi?"

Dax terpejam, menikmati elusan tangan Kathleen di rahangnya. Di kecup jemari Kathleen hingga semburat merah terpatri di pipi perempuan itu.

"Aku merindukanmu."

Kathleen menarik tangannya. Memalingkan wajah yang mulai panas sambil mengulum senyum. "Ada-ada saja. Dari pagi kau terus mengucapkan itu."

Mendengar gerutuan itu, Dax tersenyum samar. Ia tatap wajah natural Kathleen yang di terpa cahaya jingga senja. Matanya berkedip cantik dengan semburat merah merona juga lesung pipi yang terukir apik. Kathleen menghabiskan seluruh definisi cantik yang dimiliki Dax.

"Ada yang salah dengan wajahku?" Kathleen bertanya karena Dax dari tadi terus lamat memandanginya.

Dax tersenyum lirih, tak menjawab. Ia selipkan anak rambut Kathleen yang dari tadi mengusik dan berterbangan ke belakang telinga perempuan itu. "Kenapa, hm? Kau punya masalah?" tanya Kathleen lagi.

Dax gemas, di kecup lembut pipi Kathleen berulang kali, secara acak. Hingga membuat perempuan itu tertawa kecil kegelian. Bagaimana Dax mengatakannya, bahwa masalahnya Kathleen terlalu cantik. Pria itu tidak ingin, jika Kathleen di lihat orang lain. Rasanya, ia ingin mengurung perempuan itu lagi.

Kecupan manis Dax belum juga berhenti. Hingga sampai di sudut bibir, Kathleen dorong wajah Dax dengan telapak tangannya. "Cukup! Itu geli, Dax. Kau kenapa?"

Kathleen memang sering mendapat kecupan. Setiap pria itu berangkat dan pulang bekerja, kecupan di kening Kathleen adalah hal wajib yang tidak boleh terlewatkan. Namun, kecupan bertubi-tubi seperti ini kadangkala membuat Kathleen kewalahan.

Dax sulit untuk Kathleen tebak. Meski hubungan mereka membaik. Menurutnya, Dax masih irit bicara, dingin dan yang paling menjengkelkan; pria itu sangat tidak peka.

Mendapat penolakan dari Kathleen, membuat Dax bukannya berhenti. Pria itu sontak memburu wajah Kathleen. Mendaratkan seluruh kecupan dengan mesra seolah menandai, bahwa wajah ini adalah miliknya. Dan tawa merdu Kathleen adalah untuknya juga. "Hey, sudah-sudah. Dax, ini geli! Ugh ... wajahku jadi basah," lirih Kathleen sambil tertawa.

Kecupan Dax turun ke leher. Pria itu menduselkan hidungnya di ceruk leher Kathleen. Sesekali ia kecup dan jilat dengan mata terpejam. Kathleen melenguh, ia sisir rambut ikal Dax dengan jemarinya.

"Geli, hey. Kau ini kenapa, sebenarnya?" tanya Kathleen lagi.

Dax sedikit berbisik sambil mengecup leher Kathleen sensual. "Kau cantik, sayang."

Kathleen terkekeh. "Aku tahu, dan semua orang mengakui itu."

Kelopak mata Dax terbuka. Obsesi gelap berkilat di sana. Kecupannya kian meradang. Sedikit kasar hingga menimbulkan jejak merah samar. Dax benci fakta itu. Fakta bahwa semua orang mengakui Kathleen cantik. Seolah dunia akan jatuh cinta hanya dengan melihat senyuman wanita ini. Itu tidak boleh. Hanya Dax, hanya dirinya yang boleh mengakui dan melihat Kathleen seutuhnya.

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang