24 | Female girdle

470 33 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo
_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

"Eugh."

Lenguhan pelan nan serak memecah keheningan ruangan. Perlahan kelopak cantik itu terbuka. Menyesuaikan binar yang menerpa matanya. Tak lama, tatapan perempuan itu kembali kosong. Mengingat-ingat kejadian tadi yang terasa nyata, meski ia berharap itu mimpi belaka.

Cairan bening terjun dari sudut matanya. Bibirnya kini bergetar. "Thalia," lirihnya.

Kathleen terbangun. Ia menelisik ruangan mewah di tempatnya. "Thalia! Tidak-tidak Thalia pasti hidup! TIDAK!" Perempuan itu menjambak rambutnya tertekan.

Tak lama, deheman keras terdengar dari sudut ruangan. Seorang pria duduk melipat kaki angkuh. Memandangi lamat Kathleen entah sejak kapan. Kathleen menoleh. Sontak mata perempuan itu melebar. Tangannya gemetar dengan jantung yang berdebar.

"K─ kau," pekiknya. Bibirnya bergetar mengucapkan itu.

Tiba-tiba bayangan buram menjijikan menghantui kepalanya. Saat pria itu dengan kasar menyiksanya di atas ranjang. Menghentakkan pinggulnya ke dalam tanpa perasaan. Kathleen menggeleng cepat. Perempuan itu bergerak mundur dengan gemetaran. Tidak lagi, batinnya.

Namun, mengingat semua yang terjadi padanya. Kathleen kembali mengepalkan tangan. Perempuan itu berusaha mengubah ketakutannya menjadi keberanian. Mengubah kesakitannya menjadi rasa haus akan balas dendam. Kepala perempuan itu menunduk. Ia memejamkan mata menahan diri agar tidak menangis. Meski sesak, takut, trauma berusaha menguasai dirinya.

"Kau tak cukup menghancurkanku?" desis Kathleen. Dax hanya menatapnya datar.

"Kau juga membunuh Thalia dan mengurungku lagi, hah?"

"Bajingan!" Mata Kathleen perlahan terbuka. Sorot matanya kini tajam penuh kekecewaan. Dax mengangkat sebelah alisnya.

"JAWAB AKU, BAJINGAN!" Kathleen turun dari ranjang dan langsung menghantam rahang pria itu dengan satu pukulan.

Dax berdecih lalu menoleh cepat. Sorot matanya tajam bertemu dengan manik Kathleen yang penuh kebencian. Tangannya mengepal, menahan diri agar tidak mencengkram dagu perempuan itu hingga memar.

Kathleen menarik kerahnya. "Jawab aku! Dimana kau menyembunyikan Thalia? Dimana dia sekarang?"

"Di dalam tanah," jawabnya santai. Sementara Kathleen sudah mengeratkan tangannya. Giginya gemeretak. "K─ kau ... you son of a bicth!" geramnya rendah.

Plak!

"KAU PEMBUNUH!!" Mata Kathleen berkaca-kaca. Dadanya sesak.

"Tidak cukupkah kau menghancurkan hidupku? Menghancurkan semua impianku dengan menghadirkan bayi tak bersalah akibat kelakuan bejatmu, hah!"

Kathleen menumbuk-numbuk dada keras Dax dengan kepalan. Ia menangis, mengamuk, meluapkan semua kekecewaan yang ia miliki. Semua umpatan ia layangkan sembari mengigit dan menjambak dan mencubit pria itu sebisa mungkin. Sementara Dax, ia mendesis rendah menahan sakitnya.

"Bajingan! Badax sinting! Harusnya kau yang mati dikirim ke neraka! Brengsek! Sialan, hiks. Batang kecil, bau, hitam! Bisanya memperkosa orang! Argh ... setan, hiks ... hiks!"

"Mr."

Dax menoleh tajam. Arlo meneguk ludahnya kasar. Melihat posisi tuannya yang sedikit 'ambigu'.

"Pria topeng itu melarikan diri ke luar kota. Beberapa bodyguard berpencar mencari dan menyelidiki identitasnya."

Sontak Kathleen menghentikan gigitannya di leher Dax. Ia menoleh, sedikit berbalik pada Arlo. "P─ pria bertopeng?"

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang