47 | Find out

196 10 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo

_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Tubuh Kathleen terasa lemas. Sesekali dadanya bergemuruh panik setiap mengingat dua hal menyakitkan yang ia temukan kemarin malam. Kathleen membuka kembali teror itu di tangannya.

Berulangkali ia berpikir keras. Kenapa peneror itu menginginkan mata Kathleen? Bagaimana teror tersebut ada di ruang kerja Dax? Dan ... bagaimana dengan sosok Lea yang di cintai Dax? Terlalu sakit, apalagi mengingat kenyataan kedua itu.

Mata Kathleen mengembun. Dax pernah mengatakan bahwa ia tahu Kathleen pernah di teror. Pria itu juga berjanji akan melindungi Kathleen dari musuh yang akan menyerangnya. Apa sebab itu, Dax sengaja menerima teror tersebut dan menyembunyikannya dari Kathleen agar tidak shock? Berarti hingga sekarang pun, Kathleen masih di teror? Tapi siapa? Kenapa harus mata?

"Nona, Anda menangis?" Lamunan Kathleen buyar saat Zale menghadap padanya. Sontak ia mengusap pipinya kasar.

"Ayo kita pergi! Ku ingatkan, hanya berdua!" Kathleen berjalan melewati kolam berenang, mendahului Zale.

"N─ Nona, Anda seperti kurang sehat?" tanya Zale hati-hati.

Kathleen melangkah dan masuk ke mobil, menghiraukan ucapan Zale. Bodyguard perempuan itu sontak menyalakan mesin, melajukan kendaraan beroda empat itu.

Keheningan menyapa. Kathleen memandangi langit dari jendela mobil di sampingnya. Pikirannya benar-benar berantakan juga resah tak karuan.

"Zale, bagaimana tentang seorang pria yang ingin mengikat seorang wanita, namun masih mencintai orang lain?"

Zale menoleh kaget. Melihat kegelisahan dari Nona nya. Sontak ia tersenyum kaku.

"Ada beberapa alasan pria melakukan itu, Nona. Entah karena pria itu tidak berhasil mendapatkan wanita yang ia cintainya. Atau mungkin, pria itu sungguh-sungguh ingin melupakan cintanya yang tak bisa tergapai itu. Namun, yang paling buruk dari dua alasan itu karena ..."

Kathleen menoleh, menunggu kalimat yang akan di lontarkan Zale. " ... Pria tersebut mungkin mencari tempat pelampiasan atau pelarian atas rasa sakitnya kepada wanita baru. Atau yang lebih menyakitkan lagi, pria itu memandang Anda sebagai wanita yang di cintainya. Anda di cintai hanya karena Anda di anggap orang lain di masa lalunya. Uuh, itu sungguh lebih menyakitkan, Nona!" papar Zale sedikit dramatis. Menepuk-nepuk dadanya.

Kathleen bergeming. Bola matanya sedikit gemetar. "Tapi, apa mungkin pria itu bisa jatuh cinta dengan wanita barunya?"

"Tentu. Tidak ada hal yang mustahil di dunia ini, Nona. Cinta bisa datang karena terbiasa. Namun yang menjadi hal sulit adalah ... ketika wanita berharga di masa lalunya kembali. Datang menawarkan cinta kepada kehidupan pria itu. Tentu, wanita baru yang tidak ada apa-apanya akan kalah, Nona."

"Sebab itu, aku pernah membaca suatu tulisan. Jangan pernah mencintai seseorang yang belum pernah selesai dengan masa lalunya. Karena sekuat apapun kita berjuang, jika di dalamnya masih ada seseorang, itu sia-sia. Kita akan tetap kalah, Nona."

Kathleen mengusap air matanya yang terjun tiba-tiba. Ia mengulas senyum samar lalu menoleh pada Zale. "Lalu bagaimana dengan kisah priamu, Zale?"

"Ah, pria idamanku ... dia tidak akan pernah ku gapai sama sekali, Nona. Ada benteng pertahanan kokoh yang tidak bisa ku lewati meski terus berusaha ku terjang." Kini Zale yang bergeming. Pikirannya melayang mengingat seseorang.

"Jika kau berhasil menerjangnya?" tanya Kathleen.

Mobil berhenti bersamaan pula Zale menoleh dengan tatapan sendu. "Itu sama saja menyalahi aturan norma dunia ini, Nona."

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang