51 | Dax's truth

211 10 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo

_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_


"Kau tahu, kemarin uang gajiku kurang dari bulan sebelumnya. Padahal satu minggu aku kerja lembur sampai tengah malam."

"Ah, sudahlah. Tanggal upahku juga melebihi tenggat waktu. Sampai sekarang, aku belum membayar tagihan apartemen."

"Benarkah? Banyak staf karyawan yang mengeluh tentang itu. Seharusnya kita melakukan unjuk rasa, bukan? Ku rasa demosi karyawan yang Mr. Rodriguez lakukan sudah keterlaluan."

"Entahlah, menurutku juga begitu. Kepemimpinan Tuan Dax pada perusahaan RC Rodriguez, Amsterdam bukan meningkat, melejit di kancah dunia. Justru Tuan Dax membuat perusahaan semakin tenggelam dengan banyak kerugian."

"Sayang sekali, wajah tampan dengan kemampuan yang tidak dapat di andalkan. Aku yakin sebentar lagi perusahaan ini juga akan bangkrut."

"Aku rasa begitu, lay off karyawan pasti akan di lakukan besar-besaran. Dan kita harus siap dengan itu."

Obrolan perempuan itu berhenti bertepatan pintu lift terbuka. Mereka berdua keluar menyisakan seseorang yang tersungging sinis, mendengar perbincangan mereka.

"Ini baru awal!" lirihnya mendesis.

***

Tangan Dax mengepal, memegang sisi meja kerjanya. Tampak urat-urat lengannya menonjol, saking geram pada tikus-tikus perusahaan yang mulai menunjukkan perbuatan busuknya.

Matanya menggelap, menyorot tajam pada MacBook. Tertera jelas di sana, wajah Dax Blagden Rodriguez terpampang di seluruh layar pertelevisian EU (Eropa). Trending kini namanya menduduki setiap sosial media yang ada.

Bloomberg Billionaires Index mengutip, kerugian Rodriguez Core Company, Amsterdam yang merupakan perusahaan cabang dari trah Rodriguez mencapai 4 billion dollar ─3,707,704,000 EUR ─dalam kepemimpinan CEO Dax Blagden Rodriguez. Pewaris utama dua perusahaan besar trah Rodriguez.

(Atau dalam rupiah 64,521,355,192,000.00 IDR)

"Goddamn it!"

Prrang!

Seluruh berkas dan benda di atas meja terlempar, berserakan di lantai. Dax tidak mampu menahan emosinya. Terbukti, pengkhianat perusahan bukan hanya satu. Mereka berorganisasi, berkelompok membuat perusahaan trah Rodriguez benar-benar di ambang kehancuran.

Segera Dax rogoh ponsel di saku jasnya. Ia menekan tombol panggilan berkali-kali, namun tak ada jawaban. Membuat pria itu kian geram berkali lipat, di tambah situasi yang tak terkendali seperti ini.

"Fuck off! Dimana si Arlo sialan?!"

Gemeretak giginya Dax saling beradu. Hingga deringan baru terdengar dari ponselnya. Sebuah nomor yang sangat ia kenali.

"Ada apa grandpa?"

Tak ada jawaban. Dax hanya mendengar suara ledakan hebat, kericuhan juga kepanikan dari sana.

"Katakan yang jelas! Aku tidak bisa mendengarmu. Suara apa itu? Bom?!" Gemetar Dax mengatakan itu, panik tak terkira.

"Dengarkan aku baik-baik!"

Dax mengatupkan bibirnya. Menajamkan pendengarannya lebar-lebar. Meski dada pria itu bergemuruh, mendengar setiap kalimat yang di ucapkan William dalam keadaan putus asa, tak berdaya. Sudut mata Dax hampir basah, memerah. Memegang kian erat ponsel di tangannya.

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang