49 | Trust me

206 11 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo

_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Kathleen melangkah keluar dari lift diikuti Zale. Arlo menyapanya ramah di depan pintu ruang CEO. Perempuan itu hanya tersenyum simpul lalu meninggalkan mereka berdua, Arlo dan Zale.

Tampak Dax dan William sedang mengobrol serius. Hingga pria paruh baya itu menyadari kedatangan Kathleen duluan.

"Hey, cucu menantuku. Bagaimana kabarmu?" Dax sontak menoleh terkejut. "Aku baik, grandpa."

"Kau tak bilang akan ke sini?" Dax sontak menghampiri Kathleen. Menuntun tangannya hingga duduk di paha miliknya. Kathleen merasa tak sopan, melihat tatapan jahil dari William.

"Aku ingin duduk di sofa saja. Aku berat," lirih Kathleen canggung.

Tajam Dax layangkan tatapan pada William. Tatapannya berubah teduh saat menoleh lagi pada Kathleen. "Biarkan saja. Lagipula sebentar lagi, tua bangka itu akan ku usir."

Pria tua itu berdecak. "Mulut keparatmu itu, cucu sialan!" Atensi William beralih pada kotak makan yang di bawa Kathleen. Dengan lancang, ia membukanya, mengindahkan tatapan laser Dax

"Waw, ini untuk grandpa?" Dax sontak merebut kotak makan itu. "Ini untukku!"

"Serakah sekali kau ini," sindir William

Kathleen tersenyum keriting, tertekan dengan suasana tegang ini. "I─ ini untuk kita bersama. Lagipula aku membawanya cukup banyak."

"Tuh, dengar! Buka kuping badax mu itu lebar-lebar." Raut wajah Dax berubah keruh. Decakan kesal keluar dari mulutnya, memandang sinis Kathleen tak suka.

Sikap baru macam apa lagi ini? ಥ⁠‿⁠ಥ

William terkekeh sambil menyantap makanan yang Kathleen bawa dengan lahap. Sementara Kathleen justru sibuk membujuk Dax yang merajuk.

"Sudahlah. Lagipula makanannya banyak. Kau tidak akan kehabisan." Kathleen tersenyum mengusap surai ikal pria itu.

Dax berdecak tak suka. Ia memalingkan muka, menghindari tatapan Kathleen. Perempuan itu menghela nafas jengah.

"Dax, jangan begitu, yah. Kita makan, aku suapi."

Barulah pria itu menoleh dengan tampang kesal menggemaskan, menurut Kathleen.

"Dax, cucu menantuku akan mual dengan wajah menjijikanmu yang sok imut itu," kelakar William tergelak tertawa. Bahkan sampai terbatuk-batuk, tersedak.

"Tua bangka sialan! Keluar kau!" desis Dax muak.

"Dax biar saja. Lihat aku, sini kau ku suapi." Kathleen tersenyum, mengalihkan amarah pria itu. Suap demi suapan masuk ke mulut Dax yang masih cemberut.

William tersenyum jahil sambil menikmati penutup makanan berwarna coklat itu. "Ini dessert coklat buatanmu?"

Kathleen mengangguk sambil masih menyuapi Dax "Rasanya enak. Sudah sejauh mana bisnis yang kau bangun itu, cucu menantu?" sahut William penasaran.

"Pembangunan tokonya sudah selesai, grandpa. Hanya tinggal membeli aksesoris dan perlengkapan lainnya di sana. Sementara sebagian produk manis milikku sudah laris di jual secara online."

Dax menggeram. Pria itu bahkan menangkup wajah Kathleen menghadap kepadanya. Agar tidak mengalihkan perhatian kepada hal yang lain.

William mendelik sinis. "Berhenti bersikap berlebihan seperti itu. Nanti cucu menantuku muak melihatmu."

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang