Prolog

2.8K 134 15
                                    

Thanks untuk kalian yang mau membaca cerita ini. Jangan lupa voment nya, agar author —Xipil— mendapat alasan untuk terus update😊

◇◇◇

"Lo yakin mau lawan dia?"

Carel mengerutkan kening. Kemudian melepas helm full face, menampakkan kulit putih, dan rambut hitam yang sedikit acak-acakan.

"Why?"

Barra menarik napas pelan. "Lawan lo kali ini bukan sembarang orang, El. Gue nggak yakin kalo—"

Carel mendengus. "Bacot! Gue bisa ngalahin dia. Lagian, kalo gue berhenti, besok gue mo makan apa? Gue butuh duit, Bro."

Barra tersentak, tidak menyangka sahabat—yang sudah ia anggap saudara sendiri itu, mengatakan hal se blak-blakan ini. Membuatnya tanpa sadar mengepal erat kedua tangan, hingga kuku jarinya memutih.

"Kalo emang lo butuh duit, gue bisa bantuin lo, kok. Masalahnya, taruhannya ini beda, El. Lo yakin?"

Carel berdecih. Sekarang, yang ia butuhkan itu sebuah pelampiasan. Setidaknya, itu akan membuatnya lebih baik, setelah hari ini, pihak sekolah dengan seenak jidat mengeluarkannya dari sekolah. Hanya karena membuat murid masuk rumah sakit.

"Gue nggak peduli. Apa sih tadi, taruhannya?"

Barra mengepal kuat sebelah tangan. Sementara yang satu merapikan helai rambuf milik Carel, yang menutupi sebelah matanya. Anak lucu ini, sepertinya harus segera potong rambut.

"Lo harus ikutin apa pun yang dia mau."

Carel terkekeh. "Cuman itu? Dan lo paniknya udah kayak bapak-bapak nunggu istrinya lahiran."

Barra berdecak. Anak itu, benar-benar suka seenaknya. Tidak habis pikir, akan otak dan pikirannya yang masih santai. Bahkan, setelah dia bertemu dengan si Raja Jalanan. Yah, setidaknya julukan itu, sudah mampu membuat Barra merinding.

"Gue nggak mau lo sampe jadi babu dia!"

Carel menaikkan sebelah alis. "Jadi, lo nggak percaya kalo gue bakal menang?"

Barra gelagapan. Tidak bermaksud untuk mengatakan ini. Jelas saja ia percaya dan yakin akan sahabat—yang sudah ia anggap sebagai Adik ini. Tapi, tetap saja ada rasa khawatir hinggap di hatinya.

Carel tersenyum miring, sebelum kembali memakai helmnya. Hanya menampakkan kedua manik hazelnya, yang sedikig bercahaya. Mengarah ke seseorang, yang akan menjadi lawannya kali ini.

"I'm ready!"

Barra menarik napas kasar. Pada akhirnya, ia tetap membiarkan adiknya masuk ke tengah jalanan, bersama motor sport miliknya. Yah, Carel selalu meminjam motornya jika ada balapan seperti ini lagi. Dan tentu Barra akan mengizinkan.

"Lo bisa pikirin ini sekali lagi, El."

Carel melirik Barra yang berdiri di sampingnya. Sebelah tangannya menepuk bahu Barra, memberi kode jika ia akan baik-baik saja. Setidaknya, pelampiasan ini harus dilakukan.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang