Update lagi, wak. Mumpung imajinasi lagi bagus, dan aku juga kayaknya mau cepet-cepet agar bisa namatin ini cerita. Tapi ya, enggak tahu juga. Soalnya, ini konflik masih cukup panjang buat ditamatin cepet. Jadi ya, kalian cukup nikmatin aja. Kasih vote & coment bagi yang baca, biar Xie bisa update terus dan dapet semangat dari kalian❤️
.
.
.
.╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝Hari Minggu. Tepat sekali anggota keluarga sedang berkumpul. Lebih tepatnya, semuanya ada di rumah, tapi tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Seperti Ardani yang sibuk dengan laptop di pangkuan. Sementara istrinya, Helena nampak duduk elegan di sofa samping sang suami. Di tangan wanita itu terdapat sebuah majalah tentang permodelan. Tentu saja, karena Helena itu sebenarnya seorang model. Tak heran gaya bicara dan penampilannya selalu elegan.
Kalau Carel sedang fokus bermain game di lauar televisi, bersama dengan Jiken. Sementara Dhava fokus pada beberapa proposal di pangkuan. Sebagai anggota OSIS, dia tengah menyiapkan acara pelantikan anggota OSIS yang baru. Jika Sakya—entah ada angin apa tiba-tiba saja ikut bermain game. Bahkan, Jiken dinsampingnya nampak tidak keberatan, begitupun dengan Carel.
Entah apa yang baru saja terjadi. Tapi semua anggota keluarga—kecuali Jenan berkumpul di ruang tengah. Ardani bahkan tidak keberatan dengan kehadiran Carel di antara mereka. Walau, beberapa kali pria paruh baya itu memberikan lirikan sinis berulang kali. Semua itu terjadi karena ulah Helena. Wanita itu entah kenapa bisa sok baik dan membiarkan Carel ada di antara mereka. Tapi itu bagus. Jadi, Carel bisa dengan mudah melaksanakan rencana selanjutnya. Mungkin akan terjadi sekitar beberapa menit lagi.
Jiken berdecak dan meletakkan konsol game nya dengan sedikit kasar. Matanya memberikan tatapan sinis. Sementara Sakya sudah merasakan aura tak enak itu dengan ogah-ogahan menoleh, menatap mata tajam Jiken dengan tenang.
Sakya mengangkat alis. "Apaan?"
"Lo enggak bisa main. Mending diem aja enggak usah ikut!"
Sakya berdecak, memutar bola matanya dengan ekspresi sinis. "Sok-sokkan nilai gaya permainan gue. Lo aja juga enggak becus main."
Jiken berdecih. "Tapi gue bisa menang. Lah, lo, apaan? Cuman jadi beban doang."
Sakya menatap sinis. "Alah, menang sekali doang bangga, lo."
"Gue menang sekali karena dapet anggota kelompok beban kayak lo."
Sakya ikut meletakkan konsol di tangannya, kemudian melipat kedua tangan di depan dada. Matanya memberikan tatapan sinis, begitu juga Jiken. Mereka saling beradu tatap dengan sengit. Carel di samping kanan Jiken masih anteng saja. Fokus dengan game nya, yang sekarang bermain solo. Sebab dua kelompoknya sedang beradu tatap sengit.
"Nantangin gue, lo?"
Jiken mengangkat alis dengan senyum miring. "Siapa takut?"
Sakya berdecak. "Jangan nyesel. Sekalipun lo Adik gue, gue enggak akan menahan diri."
Jiken memutar bola mata. "Gue enggak pernah anggep lo sebagai Kakak gue. Lo seharusnya juga gitu."

KAMU SEDANG MEMBACA
CAREL
Fiksi RemajaCarel Buana, remaja laki-laki yang hidup dalam kesendirian dari sejak kecil. Sang Ibu sudah meninggal, dan dia tak tahu tentang siapa sang Ayah. Kehidupan Carel tidak jauh-jauh dari hal 'toxic'. Tiap kali, dia harus berurusan dengan yang namanya sal...