Chapter 57

461 41 2
                                    

"Sepertinya, kau melupakan sesuatu, prince."

Suara Albert nampak tenang, apalagi ada senyum aneh di bibirnya. Vey sebenarnya sudah tak tahan dan ingin menyusul Carel, tetapi ibunya selalu mencengkeram lengannya, tiap kali dia ingin beranjak. Alhasil, cowok itu hanya bisa diam memperhatikan.

Carel sempat mengerutkan kening. Sementara Jiken mati-matian menahan diri untuk tidak menonjok wajah menyebalkan pria tua itu. Carel sudah akan pulang, tapi selalu ada saja yang membuatnya tetap berada di sini. Sangat menyebalkan.

Carel sedikit membulatkan mata. "Sakya!"

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
                 CAREL                
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝

"Cih! Nggak capek lo di sini terus?"

Leon yang tengah sibuk membaca buku sedikit mendongak. Jemarinya melepas kacamata yang bertengger manis di atas hidung. Tatapan matanya menunjukkan ketidak pedulian, tetapi bibir tebalnya tetap terbuka untuk membuka suara.

"Takut aja gue kalo lo tiba-tiba aja mati. Zephyr temen gue, jadi gue juga ada tanggung jawab buat apa yang udah dia lakuin ke elo."

Sakya berdecih. Tubuhnya ingin bergerak, tapi luka tepat di dada yang kini terbalut perban terasa kembali nyeri. Bahkan, luka di paha kirinya pun juga ikutan nyeri, walau sudah diperban dan dijahit oleh Dokter beberapa waktu yang lalu.

Cowok dengan lengan kekar itu kembali terduduk di ranjang sambil meringis. Seharusnya sekarang Carel datang, tapi sudah berapa lama ia menunggu? Apakah Carel sungguh mengira jika dia tak bisa bertahan dan mati?

Leon yang hendak bersuara kembali tertahan, bertepatan dengan pintu yang terbuka sedikit kasar. Bibir tebalnya seketika menyunggingkan senyum, tapi tatapannya langsung menajam mendapati sosok Jiken ada di belakang Carel.

Carel seketika menepuk jidat. Sakya tersenyum dan merentangkan kedua tangan. Tubuh cowok itu masih telanjang dada, menunjukkan perban di tubuh juga lengan bagian kanan. Cukup memprihatinkan, sampai Carel langsung mendekat, berdiri tepi ranjang dan membiarkan Sakya menubruk tubuhnya dengan pelukan.

"Gue kira lo udah mati." Carel meringis. "Sorry."

Wajah Sakya sudah terbenam di perut rata Carel. Dua tangannya memeluk pinggang Carel cukup erat, tapi tidak menyakiti. Jiken langsung bergerak maju, begitu juga dengan Leon. Salah satu dari mereka hendak memisahkan, tapi Carel lebih dulu memberikan kode untuk diam.

"Gue mau pulang, Sa. Lo, gimana? Kuat, nggak?"

Sakya mengurai pelukan dan tersenyum. "Kalo ada lo, gue langsung kuat, kok."

Leon memutar bola mata. "Lebay banget sumpah. Kenapa Zephyr nggak buat dia patah tulang aja, terus buat koma sekalian."

Jiken tanpa disadari mengangguk. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Mata hitamnya menunjukkan sorot tajam, tapi Sakya sama sekali tak peduli. Karena sekarang, ia lebih fokus untuk beranjak bangun dibantu Carel.

"Sa, baju lo, mana?"

Sakya meringis. "Serigala itu udah ngoyak abis pakaian gue. Celana ini aja bukan punya gue."

Carel melirik ke belakang sebelum memberikan senyum kecil. "Leon nih diem-diem perhatian, ya."

Leon berdecih. "Terpaksa!"

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang