Chapter 6

924 70 1
                                    

SEKALI LAGI SAYA, SEBAGAI AUTHOR XIE, MEMINTA KALIAN PARA READERS, UNTUK MEMBERIKAN VOTE, COMENT NYA. KALAU PERLU, BAGIKAN CERITA INI PADA TEMAN KALIAN YANG BERMINAT. THANK YOU🤟

◇◇◇

Baru selangkah keluar kelas, secara mendadak ada orang yang menabraknya. Hingga dia terdorong, dengan punggung menghantam daun pintu. Sementara si pelaku terduduk di lantai dengan beberapa buku tebal bertebaran di lantai.

Untuk beberapa detik, tak ada yang bersuara. Renka sudah berdiri, mengusap belakang punggung yang terasa nyeri. Sementara si pelaku penabrakan sibuk mengusap pantat yang sedikit nyeri.

Semua ini karena guru tidak tahu diri itu. Seenak pantat menyuruhnya mengantar banyak buku tebal ke ruang guru. Awas saja, nanti ia akan balas dendam.

"Kalau jalan pake mata!"

"Mon maap. Tapi jelas kalau jalan itu pake kaki. Nggak jelas banget jalan pake mata."

Carel, si pelaku penabrakan berdiri dengan susah payah. Buku-buku tebal itu dibiarkan saja bertebaran di lantai. Mood nya sudah buruk, dan ini lagi siswa satu dengan pemikiran bodohnya.

Buku-buku yang berceceran masih tak dipedulikan. Carel hanya menatapnya dengan malas. Walau ada dua tiga buku yang terinjak sepatu sneakers hitam. Detik ketiga, pemuda itu akhirnya menatap si pemilik sepatu dari bawah.

Tidak ada yang spesial. Hanya seragam biasa yang dikancing dengan sopan, hanya satu kancing teratas yang terbuka. Bola mata Carel terus bergerak ke atas, hingga tepat bagian wajah, pemuda itu spontan membulatkan mata.

Anjir. Itu orang targetnya. Tidak. Lebih tepatnya, target guru bodoh-yang sudah seenak jidat memberinya misi. Jika bukan karena ancaman akan memanggil anggota keluarga, dan mungkin akan berakhir buruk, secara terpaksa Carel setuju dengan misi anehnya ini.

Carel mulai memasang wajah biasa. Selanjutnya, mengamati kembali pemuda di hadapan dari ujung sepatu, hingga ujung kepala. Dan ia baru sadar, akan gaya undercut rambut pemuda itu.

Dia jelas bukan si culun yang sering dirundung. Atau bukan si pembuat onar yang sering keluar-masuk ruang BK. Tapi, apa yang membuat guru itu mengkhawatirkannya?

Carel bukam orang yang tidak pekaan. Dia cukup peka, hanya dengan mengamati gerakan tubuh atau cara bicara dan tatapan seseorang saat sedang bicara.

Untuk guru bodoh itu, jelas sekali Carel dapat menangkap adanya sorot khawatir di mata coklatnya. Yah, dan itu mampu membangunkan rasa iri di hatinya.

Bukan siapa-siapa-atau mungkin Carel saja yang tidak tahu- terlihat khawatir pada pemuda itu. Sedangkan ia, tak pernah ada orang yang khawatir padanya, kecuali Barra. Minus anggota keluarga, karena mereka jelas sudah tak ada.

"Cih. Nggak waras."

Carel tersadar dan spontan sedikit menggelengkan kepala. Detik berikutnya, ia langsung memasang wajah ramah. Mengulas senyum simpul, dengan wajah yang semula garang, kini cukup ramah. Walau sudut bibirnya terus berkedut.

"Sorry." Carel menggaruk belakang kepala yang tak gatal. "Lo, nggak papa, 'kan?"

Anjing banget! Untuk pertama kalinya, Carel berhasil dibuat tunduk hanya dengan kata-kata ancaman klise, yang nyatanya berhasil mempengaruhinya.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang