Chapter 41

311 36 2
                                    

Tetap up walau nggak rame.

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
                 CAREL                
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

"Huh! Lo tadi bilang apa? Gue nggak denger."

Dia memutar bola mata. "Budeg ya, lo! Gue bilang, lari keliling lapangan sepuluh putaran!"

Carel membulatkan mata. "What!"

Suaranya sangat lantang, bahkan lebih cempreng dari suara lumba-lumba sekalipun. Si wakil ketua OSIS saja sampai menutup kedua telinga sekaligus. Matanya juga ikut tertutup secara reflek. Sungguh, suara Carel jika berteriak seperti ini sangat-sangat meresahkan.

Dari balik gerbang, seseorang datang dengan motor sport merah. Pak satpam spontan bergerak, kembali membukakan gerbang. Carel mengamati dengan mata memicing. Motor itu kembali melaju santai, berhenti di parkiran. Seseorang yang tidak asing turun dari sana setelah melepas helm fullface nya.

"Woi!"

Suara Carel lagi-lagi terdengar nyaring, tapi tidak senyaring sebelummya. Tapi tetap saja, si wakil ketua OSIS tetap menutup telinga. Wajahnya pun langsung suram, sementara matanya memberikan tatapan setajam silet. Sangat disayangkan, Carel lebih fokus dengan cowok di parkiran. Beruntung lapangan sekolah memang dekat dengan area parkiran. Lebih tepatnya, ini memang lapangan outdoor yang ada tepat di samping gedung sekolah.

"Carel?"

"Iya, ini gue! Cepet! Sini, lo!"

Si wakil ketua OSIS menelan ludah. Tangannya dengan spontan memukul belakang kepala Carel. Cukup terasa nyeri, sampai cowok mungil itu berbalik. Memberikan tatapan sengit sambil mengusap area belakang kepala yang masih berdenyut.

"Kasar banget sih, jadi orang!"

"Eh! Lo yang bener aja!"

Carel mengangkat alis. "Apaan?"

Si wakil ketua OSIS memutar bola mata. "Kenapa lo panggil dia, hah?"

Carel melipat kedua tangan di depan dada. "Eh! Buta ya, lo! Lo emang enggak liat dia baru dateng? Udah nggak bawa tas, kemejanya dibiarin nggak dikancing gitu. Terus, sementara gue yang cuman sekali telat aja udah dihukum."

"Ngapain lo di sini?"

Yang dibicarakan muncul juga. Si wakil ketua OSIS kembali menelan ludah. Kepalanya dengan gerakan pelan berbalik, memperhatikan cowok dengan kemeja yang kancingnya semua terlepas, menampilkan kaos polos hitamnya berdiri di belakang Carel.

Dia spontan menggeleng. Dengan canggung dia memberikan cengiran lebar. "Enggak, kok. Eh, kok lo ke sini? Kenapa nggak masuk aja?"

Carel menyipitkan kedua mata. "Eh! Kok lo pilih kasih gitu, sih? Nggak adil banget! Dia juga harus dihukum, dong! Iya nggak, Vey?"

Vey mengerutkan kening sebentar, sebelum mengangguk seolah paham maksud ucapan Carel. Tangannya secara cepat menarik bahu Carel, lalu melingkarkan sebelah lengan di pundak cowok mungil itu.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang