Kalian para readers tolong untuk kesadarannya. Berikan vote dan coment kalian.
◇◇◇
"Kenapa gue harus nurutin kemauan lo?"
Setelah bangkit dari acara drama tersungkur ke lantai, Carel maju mengikis jarak. Menatap manik hitam kelam Jiken sambil melipat kedua tangan di depan dada. Hampir sepuluh detik dua mata berbeda warna saling beradu dengan sengit, hingga pantofel yang mengetuk lantai membuat Carel lebih dulu menoleh.
Kenapa guru berambut ala korea itu datang ke area kantin? Spontan, Carel berbalik dan menatap pria paruh baya itu dengan sebelah alis terangkat. Untuk lima detik yang membosankan, Carel harus menikmati acara kesunyian ini, hingga sosok di belakang membuka suara.
"Ada apa, Pak? Anda membutuhkan saya?"
Oh, lihatlah drama membosankan ini. Tadi saja saat bicara dengannya mulut Jiken ini minta diamplas. Giliran dengan guru sok gaya ini, dia dengan perhatian, ramah, dan sopan bicara. Apakah Carel seburuk itu di mata bocah tak tahu diri ini?
"Ah, iya. Kamu dipanggil kepala sekolah untuk ke ruangannya."
Entah kenapa, Carel dengan gerakan spontan menarik napas lega. Dengan ini, acara bolos sekolahnya pasti akan terlaksana sekarang. Tapi, sepertinya masih ada satu penganggu di depan Carel.
"Bapak nggak balik?" tanya Carel saat pria paruh baya itu terus menatapnya rumit.
Oh, ayolah. Carel ini hanya ingin ke kantin untuk mengisi perut. Bolos sekolahnya juga tak sampai keluar dari area sekolah. Kenapa guru ini seolah baru saja melihat kriminal? Sepertinya, Carel memang harus melepas tindik dan piercing di telinganya.
Carel mulai garuk-garuk belakang kepala yang tak gatal, saat guru itu tak juga beranjak dari sana. Justru, malah menatapnya kian intens, membuatnya tanpa sadar mundur satu langkah.
Guru ini bukan gay, 'kan? Huh, membayangkannya saja sudah membuat kepalanya pening. Anehnya, dia tak juga beranjak dari sana. Lebih mengejutkan, pria paruh baya itu malah maju mengikis jarak, membuat Carel spontan memasang kedua tangan ke depan.
"WOI! Bapak kenapa? Orientasi seksual Bapak, normal, 'kan?" Carel menarik napas pelan. "Saya ini memang tampan, Pak. Tapi, mon maap, saya lebih suka donat daripada terong."
Belum sempat Carel berceramah-untuk menyadarkan si Bapak kelebihan gaya itu, ada tangan yang mencengkeram pergelangannya. Membuat Carel spontan berontak, menatap si guru dengan mata nyalang.
"Pak, saya masih normal! Saya ini suka donat, Pak. Istighfar, Pak! Masih banyak terong suka terong di luar sana. Tapi bukan saya!"
Selama hampir lima menit Carel berontak, guru itu tetap menyeret pergelangan tangannya. Hingga tiba di ruang olahraga, cengkeramannya terlepas begitu saja.
Dalam kesempatan ini, Carel mulai mundur dengan waspada. Setidaknya, ia harus kabur dan menjauhi pria tidak tahu diri ini. Mentang-mentang jadi guru, malah berbuat seenaknya.
"Kamu mau ke mana?"
Carel yang hampir menyentuh pintu spontan berhenti, saat suara serak berat itu mengalun. Tanpa sadar, pemuda itu menelan ludah. Sementara jemarinya sibuk meraba gagang pintu, tanpa berbalik badan.
![](https://img.wattpad.com/cover/368901738-288-k541353.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CAREL
Fiksi RemajaCarel Buana, remaja laki-laki yang hidup dalam kesendirian dari sejak kecil. Sang Ibu sudah meninggal, dan dia tak tahu tentang siapa sang Ayah. Kehidupan Carel tidak jauh-jauh dari hal 'toxic'. Tiap kali, dia harus berurusan dengan yang namanya sal...