"Gue, bakal habisin dia sekarang juga." Itu suara Renka yang nampak bersemangat.
Oh shit! Entah kenapa seperti ada kobaran api mengelilingi kepala Carel, bahkan merambat masuk sampai darahnya terasa mendidih. Gerakan tangan kanannya tanpa sadar terjeda, nyaris akan meraih kunci kecil di saku Renka.
Muncul sorot tajam dari manik hazel milik Carel. Tepat tertuju pada manik coklat milik Renka. Secara langsung mereka saling bertatapan mata. Dan tanpa sadar, bergerak kini telapak tangan Carel. Sekarang sudah bertengger di leher depan Renka. Hanya menempel, belum sampai mencekik.
Renka cukup terkejut. "Apa yang—"
"Coba aja." Suara Carel setenang air mengalir.
Kerutan nampak di kening Renka. Nampaklah jelas sekarang, jika rahang Carel menegang. Seakan dia tengah berusaha untuk menahan amarah yang seolah ingin meledak. Renka membuka mulut, nyaris suaranya terdengar. Tapi gagal sebab suara Carel lebih dulu mengalum rendah.
"Dan ... gue bakal patahin leher lo."
Bergerak lembut telapak tangan Carel. Mengusap area leher Renka, sebelum secara perlahan mencengkeramnya. Cukup kuat, sampai Renka hampir kesulitan bernapas. Spontan bergerak tangannya menggenggam pergelangan tangan milik Carel, berusaha menariknya menjauh dari leher.
Tapi sia-sia. Tangan Carel cukup kuat di lehernya. Sangat sulit dilepaskan, sampai-sampai Renka harus bernapas menggunakan mulut. Itupun tak berjalan dengan baik, sebab cengkeraman Carel yang semakin lama semakin kuat.
Carel menyeringai. Tidak memberikan ampun ataupun jeda bagi Renka untuk mengambil napas. Tetap memberikan cengkeraman kuat di lehernya. Biarkan seperti ini. Biarkan Renka merasakan, bagaimana rasanya ajal yang sudah hampir mendekat.
Renka bahkan sudah tak bisa lagiengeluarkan suaranya. Hanya bisa terus memberikan pukulan pada lengan Carel, berharap cekikan mematikan ini akan terlepas. Hanya saja, Carel masih tidak mau melepaskan. Membiarkan Renka berada di ambang kematian, barulah ia melepaskan.
Ambruk sudah tubuh Renka ke lantai. Cowok itu berulang kali mengambil napas dengan rakus. Sementara dengan sebelah tangannya, ia memegangi lehernya yang sudah meninggalkan bekas kemerahan. Cukup kacau juga keadaan Renka sekarang.
Belum sempat Renka mengangkat pandangan, Carel sudah lebih dulu berjongkok. Kemudian merebut paksa ponsel yang nyatanya masih tergenggam erat di tangan kanan Renka.
Begitu benda pipih itu sudah berada di tangannya, Carel dengan santai menjatuhkannya ke lantai. Nampak terlihat raut wajahnya yang seolah terkejut, seolah dia menjatuhkannya dengan tidak sengaja.
"Ups! Sorry." Seringai nampak menghiasi bibirnya. "Gue ... sengaja."
Selanjutnya, benda pipih itu hancur tak berbentuk sebab Carel menginjaknya dengan sekuat tenaga. Renka tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya menatap dengan sorot kosong, sudah seperti seekor tikus ketakutan berada di hadapan seekor kucing ganas yang kelaparan.
Setelah berjongkok, berjajar kini wajahnya dengan Renka, tangan Carel bergerak ke belakang. Dan detik berikutnya, moncong pistol sudah ada di bawah dagu Renka, memaksa cowok itu mendongak. Saling menatap kini mata mereka.
Sekarang, terlihat jelas Renka menunjukkan sorot pias yang begitu kentara jelas. Carel dibuat tertawa dengan itu, lucu saja dengan ekspresi seperti ini. Benar-benar seperti tikus ketakutan yang memelas belas kasihan seekor kucing yang nyaris menyantapnya.
Carel terkekeh. "Fucking cute! Gue suka ekspresi lo." Dengan perlahan, moncong pistol itu akhirnya turun. "Okay. Gue nggak bakal habisin lo. Lo udah bikin gue terhibur."
Renka menelan ludah dengan susah payah. Masih begitu ketakutan, pun wajahnya yang pucat pasi, cowok itu berusaha untuk membuka suara. Tangannya pun ikut bergerak, memegang lembut dan hati-hati kini di lengan Carel.
"Maaf."
Fucking shit! Carel paling tidak bisa dengan wajah merah, memelas dan keringat yang bahkan sampai menetes dari dahi Renka. Sangat lucu, sampai Carel harus benar-benar kembali mengantongi pistolnya. Ini yang dia suka. Karena, Carel benci ada orang yang secara terang-terangan menantangnya.
Carel menggigit pipi dalam. "Okay. Gue maafin lo."
Renka benar-benar kalah. Gagal. Wajah Carel memang sangatlah lucu, imut sampai dia ingin memiliki Carel seorang diri. Akan tetapi, Renka akui bagaimana aura cowok mungil itu yang ternyata sangat kuat. Renka benar-benar dibuat tak bisa berkutik.
Rencana awal Renka ingin mengurung Carel, tak akan membiarkan siapapun membawanya. Tetapi, dia tetap saja gagal. Malah berakhir begini, begitu memalukan. Renka benar-benar sudah seperti seekor tikus ketakutan, kecil dan terlihat lemah. Dan Renka pun mengakuinya.
Carel berdiri. Tangannya terulur dengan wajah tenang, nyaris tanpa emosi. Renka awalnya tidak mengerti, tapi detik selanjutnya langsung berdiri dengan susah payah. Sebelum mengambil kunci apartemen ini yang ada di saku, kemudian meletakannya tepat di atas telapak tangan Carel.
"Kunci mobil lo juga."
Renka mengerutkan kening. "Huh?"
Carel memutar bola mata. "Lo pikir, gue mau gitu Buang-buang duit cuman buat pulang?"
Renka mengangguk. Langsung saja dirinya merogoh semua saku. Dimulai dari saku celana, dan berhenti di saku jaket sebelah kanan. Begitu menemukan sesuatu, ia langsung memberikannya pada Carel.
"Tapi, gue gimana?"
Sambil melempar-tangkap kunci mobil di tangan, Carel menaikkan sebelah alis. "Emang gue peduli?"
Shit! Renka hanya bisa menarik napas panjang. Membiarkan saja Carel melenggang pergi bersama mobil—yang bahkan baru ia beli minggu ini. Jika mobil itu tak akan dikembalikan, maka Renka tak bisa berbuat apa-apa. Terlalu takut untuk menagihnya. Carel sungguh mengerikan, tapi imut dan memabukkan di saat bersamaan.
Renka spontan mengusap wajahnya. "Sial! Gimana lagi biar lo ada di tangan gue, Rel. Fuck!"
╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝Carel jelas tidak lagi sedang mabuk atau halusinasi. Jelas saja yang ada di depan sana itu orang yang ia kenal. Sedang berjalan dengam tertatih sambil memegangi area lengan kanannya yang terdapat perban masih melilit.
Carel tersenyum miring. Melaju tenang sekarang mobil yang ia bawa. Begitu jarak dengan orang itu dekat, Carel menginjak rem. Cowok itu membuka pintu dengan menendang, kemudian turun dengan tangan masuk saku.
Carel bersiul. Punggungnya bersender pada body mobil. "Kalo mau ngemis jangan di jalan sepi kayak gini, lah."
Orang itu—alias Jiken langsung mengangkat pandangan. Detik itu juga, cowok tinggi itu langsung berlari mendekat. Menarik tubuh mungil Carel yang sedikit terkejut ke dekapan. Memeluknya erat, tapi tak sampai membuat Carel kesulitan bernapas.
"Shit! Gue kayak orang gila. Kenapa lo nggak nunggu gue? Seenggaknya, gue mau buat dia masuk rumah sakit juga."
Carel berdecih. Tapi bibirnya tetap menyinggingkan senyum simpul. Tangannya pun keluar dari siku, membalas pelukan Jiken. Tidak seerat si jangkung, hanya pelukan biasa. Sesekali juga memberikan tepukan pada punggung Jiken yang sekarang nampak sedikit rapuh.
"Gitu amat, lo. Gue tinggal bentar aja udah kayak orgil. Gimana kalo gue pergi selamanya dari lo, hm?"
Jiken menggeleng. "Gue bakal ngusul, lo."
Carel terkekeh. "Bodoh!"

KAMU SEDANG MEMBACA
CAREL
Teen FictionCarel Buana, remaja laki-laki yang hidup dalam kesendirian dari sejak kecil. Sang Ibu sudah meninggal, dan dia tak tahu tentang siapa sang Ayah. Kehidupan Carel tidak jauh-jauh dari hal 'toxic'. Tiap kali, dia harus berurusan dengan yang namanya sal...