Chapter 14

588 65 9
                                    

YANG BACA WAJIB VOTE & COMENT❕️

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
                 CAREL                
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

"Anjing! Gue kira setan."

Carel mendekati ranjang sambil berkacak pinggang. Dengan perlahan, cowok itu naik ke atas kasur. Kemudian melompat dan jatuh tepat menghantam tubuh kekar, yang masih nampak santai bergelung dengan selimut tebal bergambar Pororo itu.

"Bangun lo, anjing! Lo udah bikin gue kaget! Sekarang giliran gue bikin lo kaget!"

Jenan yang masih setengah sadar hanya bisa bergumam tak jelas. Dengan susah payah cowok itu mencoba untuk membuka mata. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, dan ia harus menerima pukulan berkali-kali dari sebuah guling besar.

"Ampun, Rel. Iya, iya, ini Abang bangun, kok."

Carel tidak peduli dan terus memukul kepala Jenan. Cowok kekar itu akhirnya memberikan gerakan. Dengan cepat menarik tangan Carel, hingga tubuh mungil itu kini berada di pelukannya, ikut terbaring.

"Nah, gini 'kan, enak."

Carel memberontak, tapi tetap tak bisa lepas dari pelukan tangan kekar Jenan. Bahkan, wajahnya sampai terbenam di dada bidang Jenan.

Seharusnya Carel tadi memanggil Sakya saja. Tapi, kalau panggil itu orang, yang ada dia malah bekerja sama dengan Jenan. Dan malah akan membuat Carel kesulitan. Memang ya, keluarga ini tak pernah ada yang benar. Bahkan, Dhava—Abang kepercayaannya sekalipun.

"Lepasin gue, anjing!"

Jenan tidak peduli dengan teriakan Carel. Cowok itu malah bertanya hal lain, membuat Carel terkejut. Apalagi, ada nada rendah yang mengalun dari bibir Jenan.

"Jiken pulang?"

Carel berusaha untuk menjauh dari dada bidang. Akhirnya, Jenan membiarkan, tapi tetap mendekap tubuh mungil itu. Mata mereka pun saling beradu dengan sorot berbeda-beda.

"Lo gak datengin dia?"

Jenan terkekeh. "Jadi bener, ya dia pulang. Abang pikir, dia gak akan balik setelah kamu datang."

"Apa yang buat dia benci gue? Gue bahkan belum pernah ketemu dia."

Jenan terkekeh lagi. "Bukan benci, tapi hanya salah paham. Dia mengira, kalau kedatangan kamu justru akan memperburuk keadaan."

Carel memaksa untuk lepas. Beruntung Jenan setuju dan mengurai pelukan, membiarkan Carel duduk bersila di atas ranjang. Begitu juga Jenan yang ikut duduk dengan bersandar dinding.

"Keluarga ini ada masalah? Bertengkar sebelum gue dateng?"

Jenan tersenyum. "Apa perlu Abang bicara sebanyak ini?"

Carel berdecak. Cowok itu dengan kasar menarik kerah kemeja hitam milik Jenan, hingga mata mereka beradu dengan jarak cukup dekat. Rahang Carel mengeras, tapi ia masih tetap dengan sorot mata tenang.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang