Chapter 9

704 83 2
                                    

YANG BACA CERITA INI WAJIB KASIH VOTE AND COMENT!

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
                 CAREL                
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

"Lo bisa masak?"

Carel berdecak. Sedari tadi, Jiken tak pernah berhenti bicara. Selalu menganggu. Seperti sekarang. Cowok itu selalu merecoki kegiatan memasak Carel. Memaksanya untuk tidak memasak. Katanya takut kalau dapur kecil ini sampai kebakaran.

Ini sudah biasa! Memasak sudah termasuk ke dalam rutinitasnya tiap hari. Kalau bukan dirinya, siapa lagi? Tiap pagi, Carel selalu memasak, sebelum akhirnya berangkat sekolah.

Sebelum Carel pintar memasak, ia selalu berakhir sampai di sekolah pukul sepuluh siang. Karena kebiasaan bangun selalu siang, dan ia memasak cukup lama, karena belum terbiasa. Tapi sekarang, Carel bahkan bisa saja menjadi chef.

Setelah cukup lama bergelut dengan alat memasak, nasi goreng telur sudah siap disajikan. Secepat kilat Carel menyajikannya di meja makan, sebelum duduk berhadapan dengan Jiken. Hanya meja panjang yang menjadi penghalang.

Cukup lama Jiken menatap nasi goreng di hadapan. Rasanya, cukup sulit untuk setidaknya memakan hanya satu sendok saja. Bagaimana kalau nanti Jiken keracunan? Carel 'kan, belum tentu memang jago masak.

"Kenapa diem?"

Selama pergerakan Carel menyendok nasi ke mulut, Jiken terus menatapnya dengan wajah rumit. Cowok itu mungkin memang tidak lapar. Tapi tadi jelas saja telinga Carel masih jelas menangkap perut Jiken yang memberontak, minta diisi.

Jiken hanya mengaduk, tidak berniat memakan. Sungguh, rasanya tidak karuan memiliki pikiran negatif seperti ini. Belum mencoba, tapi Jiken seakan ingin membuang nasi goreng itu ke tempat sampah.

Carel memutar bola mata. Harga dirinya seperti dicabik jika seperti ini terus. Bisa-bisanya ada orang meragukan masakan Carel yang paling enak sejagat raya ini. Carel tidak terima!

"Lo nunggu gue suapin apa gimana, sih, Ji?"

Jiken menelan ludahnya sendiri. Disuapin? Astaga, hanya satu kata tapi membuat otak Jiken langsung traveling. Bukan yang aneh-aneh, tapi hal yang membuat hatinya menghangat seketika.

Abang-abang Jiken tak pernah melakukan hal seperti ini, terlebih Madhava. Kalau Jenan atau Sakya, masih ramah dan berlaku seperti seorang Kakak. Yah, walau memang tak pernah menyuapinya makan.

"Alah, lo tuh emang aneh, ya. Udah, sini."

Carel sudah berada di sisi kanan tempat duduk Jiken. Bahkan, cowok itu baru sadar. Apalagi, satu sendok nasi goreng sudah terulur dari tangan Carel. Spontan, Jiken langsung menghadap samping.

"Ayo, aaa ...."

Untuk beberapa saat, Jiken diam tanpa membuka mulut. Carel sampai harus mencubit lengan cowok itu, barulah mau membuka mulut, menerima dengan terpaksa satu sendok nasi goreng ini.

"Gimana?" Carel menaik-turunkan kedua alis.

Jiken diam. Tanpa basa-basi, ia kembali menyendok nasi gorengnya dengan lahap. Kali ini, Carel hanya diam memperhatikan dengan wajah bingung. Rupanya, anak ini memang kelaparan.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang