Chapter 3

1.2K 91 5
                                    

Berhubung kalian—bagi yang baca cerita ini—tidak memberikan vote ataupun komentar, saya sebagai AuthorXipil— akan update dua hari sekali. Terimakasih bagi kalian yang masih stay di sini🤞

◇◇◇

"Masih ada satu saudara lagi yang perlu kamu temui."

Sakya mengangguk dengan wajah tenang, namun senyum simpul mengembang di bibirnya. Mungkin karena keberadaan seseorang—yang sudah ia harapkan sedari dulu di sini.

"Lebih tepatnya, Adik kamu. Putra bungsu keluarga Sanjaya."

Carel mengerutkan kening. Ia pikir putra bungsu keluarga ini Sakya Liam Sanjaya. Karena sedari tadi, putra bungsu yang mereka bicarakan tak menampakkan batang hidungnya.

Kalaupun berangkat sekolah. Yang bener aje. Waktu pada jam di dinding saja masih menunjukkan angka enam lebih lima puluh. Yang artinya, masih sangat pagi untuk berangkat, bukan?

"Di mana dia?"

Biasanya, jam masuk itu pukul tujuh lebih lima belas menit. Jadi, masih ada banyak waktu. Lagi pula, Carel itu paling tak suka dengan yang namanya berangkat pagi.

Biasanya, Carel akan berangkat saat jam istirahat. Sekitar pukul sembilan kurang. Atau terkadang, ia akan tiba di sekolah tepat pukul sepuluh.

"Sekolah, mungkin."

Carel duduk di sofa, menyilangkan kedua tangan di depan dada. Menatap tiga pemuda itu dengan alis terangkat sebelah. Gila banget mereka tak membicarakan kedatangannya pada si bungsu.

Bukannya Carel takut atau apa. Hanya saja, ia tak mau sampai ada keributan, hanya karena salah paham. Mungkin saja, si bungsu tak tahu akan ada anggota keluarga baru.

Ck ... ck ... ck. Carel berdecak. Mereka itu sungguh bukan Abang yang baik. Bisa-bisanya tak memberitahu Adik mereka tentang semua ini. Awas saja, kalau sampai ada apa-apa, ia tak akan ikut-ikutan.

"Kalian tega bener, deh." Carel geleng-geleng kepala.

Dhava mengerutkan kening. "Kenapa?"

Carel mengangkat wajah untuk menatap Dhava yang masih berdiri. "Kalian mesti nggak ngasih tahu dia tentang gue, 'kan?"

Skakmat! Mereka saling pandang dengan wajah rumit. Sudah Carel katakan, jika mereka itu bukan Abang yang baik. Kehadiran dirinya mungkin hanya sebuah rencana gelap, untuk menjualnya pada janda gatelan.

Carel beranjak sambil bersedekap. Masih geleng-geleng kepala. Wajah suram mereka sudah menjelaskan semuanya. Membuat Carel tersenyum miring sambil geleng-geleng kepala.

"Keluarga apaan, nih. Jangan bilang, cuman kalian bertiga aja nih, yang tahu gue bakal diadopsi?"

Wah, parah banget. Mereka benar-benar diam. Artinya, apa yang Carel katakan memang fakta. Sial. Sekarang, ia harus menghadapi anggota keluarga minus mereka bertiga karena hal ini.

Jika bukan karena rencananya, Carel pasti akan langsung kabur. Tak peduli jika mereka bertiga mencari. Ia bisa mengubah nama, lalu pindah ke Kota lain. Sangat mudah.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang