Chapter 24

463 53 10
                                    

YANG BACA WAJIB VOTE & COMENT❕️

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
                 CAREL                
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

Jiken menyesal, sungguh. Jika tahu begini, ia tak akan mau membuat Carel marah lagi. Tidak akan! Karena perbuatan kecilnya beberapa waktu lalu, Jiken harus menghadapi kemarahan Carel.

Ternyata benar. Kemampuan Carel memang luar biasa. Jiken saja kalah dan harus mendapat beberapa bogeman di sekitaran pipi dan sudut bibir. Carel juga memberikan tendangan yang tepat mengenai ulu hati Jiken. Itu terakhir Carel melawan, sekaligus menghadapi pukulan Jiken—yang nyatanya hanya mengenai sudut kiri bibir Carel saja. Hanya itu!

"Payah banget lo, Ji. Gitu aja udah letoy." Carel meregangkan otot leher dan lengan. "Ayo lanjut!"

Jiken dengan susah payah bangkit sambil merapikan seragamnya yang sudah lusuh, juga berdebu. Rasa anyir mengenai lidahnya saat darah di sudut bibir tak sengaja masuk mulut. Carel hanya memutar bola mata menyaksikan drama menyedihkan Jiken yang mulai menyeka darah di sudut bibir.

"Gitu doang?"

Carel tersenyum miring. Ini cukup seru dan ia ingin melakukannya lagi. Jiken sendiri rasanya sudah tak kuat untuk sekedar menjawab pertanyaan nyeleneh saudaranya. Cowok itu hanya berusaha mendekat dan tanpa aba-aba mengulurkan sebelah tangan. Wajahnya memerah, menahan diri untuk tidak berteriak kesetanan. Ini tentu yang pertama kali seorang Jiken melakukan hal mengerikan ini.

Jiken berdehem, menghilangkan rasa tak nyaman yang sayangnya tak mau pergi. "Ma—af."

Carel menatap tangan Jiken yang berdebu dengan sinis. Ini bukan keinginannya. Yang ia mau itu kembali berduel—hitung-hitung untuk meregangkan otot tangan Carel yang sudah lama tak diajak tonjok-menonjok.

Jiken menarik tangan kembali. Embusan kasar keluar dari mulutnya. Sungguh, Jiken ingin mengkhiri ini. Hatinya sangat menyesal sudah melakukan ini. Dan siapa sangka, otak Jiken alias pikirannya pun merasa bersalah sudah menyetani untuk membuat Carel marah.

"Yang lain, pasti udah berangkat." Suara Jiken benar-benar pelan, ditambah matanya yang berkeliling entah ke arah mana.

"Lo belum kalah. Gue juga belum. Gitu doang? Ah, lo gak seru, Ji. Ayolah! Lo bahkan belum pingsan. Masa gitu doang udahan?"

Astaga, Jiken tak habis pikir dengan arah pikiran Carel. Tubuhnya itu sudah lelah luar biasa, belum lagi ia harus berangkat sekolah dengan motor sport besar. Tinggi pula. Jiken tidak kuat lagi jika harus baku hantam dengan Carel. Berat rasanya, tapi ia akui bukanlah apa-apa jika sudah menyangkut kekuatan fisik dengan Carel. Rupanya, wajah imut dan tubuh lebih pendek pun belum menjamin dia kuat atau lemah.

Jiken menarik napas pelan. Ini benar-benar bukan gayanya, tapi mau bagaimana lagi. Cowok itu akhirnya memberanikan diri menatap mata hazel Carel. Ujung bibirnya naik, membentuk senyum simpul. Sangat mengerikan, tapi demi keselamatan, Jiken akan melakukannya.

"I'm so sorry, Carel. Gue akui, lo emang hebat. Gue ngaku kalah. Jadi, kita udahan, ya? Lo mau 'kan, maafin gue?"

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang