"Mami nanti nyusul ke Paris aja ya sayang,"
"Kenapa gak sekarang aja mami datangnya?"
"Gak bisa sayang, masih ada project perusahaan yang belum mami sign dan itu baru kelar lusa,"
"Padahal Ain pengen nonton bareng mami hari ini"
"Kamu kan ada Azizah dan Nadia sayang, di situ juga ada Aan dan Ael kan?"
"Tapi Ain kangennya sama mami,"
"Yauda, nanti pas di Paris kita jalan sepuasnya ya. Mami jajanin semua yang kamu mau juga, ayo kita happy-happy. Tapi sebelum itu mami harus kelarin dulu, kalau perusahaan bangkrut nanti opa mu pecat mami jadi enak gimana sayang,"
"Yauda deh mi, see u di Paris. Ain love mami,"
Setelah itu telepon sudah mati, dan Arine langsung merebahkan tubuhnya lemas. Ia sangat merindukan Ibunya, ntah kenapa pagi ini Arine merasa sangat melow dengan dirinya.
Ibu dan Ayah Arine sudah tau bahwa Rafael adalah kekasihnya, Rafael langsung menghubungi Ayah dan Ibunya malam itu.
Tak lama berselang, pintu kamar Arine terbuka dan tampak sosok Nathan berdiri di depan sana. Kartu akses Arine memang dibawa Nathan tadi malam, ntahlah Arine tidak terlalu peduli dengan hal itu.
"Are u okay?" tanya Nathan dengan suara yang lembut.
Aaa Arine tau, pasti ibunya langsung menghubungi Nathan setelah telepon tadi berakhir.
"No, im really miss mom n dad," ucap Arine dengan lesunya.
Arine dan Nathan memang tidak pernah saling menutupi perasaan sedihnya, mereka akan mengekrpresikan jika memang itu dibutuhkan. Seperti sekarang, Nathan langsung memeluk adiknya erat. Seperti menyalurkan energi untuk Arine, Nathan pun sama. Hidup jauh dari orang tua memang sulit apalagi untuk seusia mereka. Arine sendiri baru saja lulus kuliah di Belanda, sedangkan Nathan sedari 18 tahun dia sudah berangkat ke sana ke sini untuk akademi sepak bolanya dan hidup jauh dari orang tuanya.
"You can tell me, Ain. Atau Aan beliin tiket untuk kamu kembali ke Belanda aja? Mau?" tanya Nathan lembut.
Arine menggeleng pelan di dekapan Nathan tanda ia tak ingin. Nathan tersenyum, ia tau Arine hanya kesepian di sini. Bukan Azizah dan Nadia tidak mengajak Arine keluar, tapi Arine yang menolak ajakan mereka.
"You wanna eat something?" tanya Nathan melepas pelukan Arine.
"Nothing, perut Ain lagi sakit banget," ucap Arine kemudian berbaring sambil menekuk perutnya.
Nathan tersenyum paham, ternyata adik kecilnya ini sedang melow karena tamu bulanannya sedang datang. Pantas saja Arine menjadi sangat sensitif dan manja.
"Mau coklat?" tanya Nathan lagi karena ia tahu, Arine akan meminta coklat di saat seperti ini.
Arine membalikkan badannya, "MAUUU," ucap Arine dengan sangat semangat.
Nathan tersenyum kemudian mengacak pelan rambut adiknya itu kemudian ia berjalan pergi. Nathan berjalan di koridor hotel dan tak sengaja bertemu dengan Rafael yang menenteng beberapa makanan ringan.
"Where're u go bro?" tanya Rafael penasaran.
"Grocery store," ucap Nathan namun ia melihat tentengan Rafael yang sangat banyak itu.
Rafael sadar Nathan tampak penasaran, "Gue beliin beberapa snack buat Arine, pagi ini kayaknya mood dia lagi gak baik," ucal Rafael menjelaskan apa yang dia beli.
"Ada coklat?" tanya Nathan lagi.
Rafael menggelengkan kepalanya, "Arine suka coklat? Bukannya biasa dia gak suka coklat ya?" tanya Rafael penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine
Teen FictionClayrine Noel Tjoe-A-On, gadis Belanda berketurunan darah Indonesia yang diwarisinya dari sang kakek yang merupakan warga Semarang. Gadis berkelahiran 27 November 2003 ini lahir di Rotterdam dan tinggal di sana bersama Orang tuanya dan Kakak laki-la...