Silau matahari memancar terik ke arah kamar seorang gadis yang sedang tertidur lelap dan membuatnya sangat silau. Tidur nyenyaknya harus terganggu karena ulah seorang pria tak bertanggung jawab yang selalu saja mengganggu kehidupannya di mana pun dan kapan pun.
"Oma sama opa uda tungguin di meja makan, tega lo biarin mereka nungguin lo buat makan?" ucap pria itu saat melihat adiknya yang tidak memperdulikannya dan kembali membungkus tubuhnya di dalam selimut.
"Bilangin nanti Ain sarapan sendiri aja, kalian duluan," jawab Arine dengan suara seraknya.
Nathan masih sibuk mengaitkan gorden kamar dan berjalan melewati Arine.
"Dari tadi juga uda gue bilangin gak usa nunggu lo, tapi oma sama opa pengen sarapan bareng karena katanya ini moment yang jarang banget," ucap Nathan dengan nada datarnya.
Tumben sekali pria ini tidak membercandai dirinya seperti biasa, tingkah laku jahilnya seperti hilang di pagi ini. Sebenarnya dari tadi malam pada saat menjemputnya pria ini sedikit menjadi pendiam, hanya saja karena ia sudah lelah jadi ia tak ingin mempermasalahkannya.
Dengan langkah berat Arine beranjak bangun dan menuju ke toilet untuk membersihkan wajahnya dan menyikat gigi sejenak dan setelah itu ia berjalan menyusul keluarganya yang sudah berkumpul di meja makan.
"Good morning oma, opa, mami, papi, uncle, and Aan,"
"Morning sayang,"
Mereka semua akhirnya memulai sarapan dengan obrolan ringan seperti biasa. Keluarga Arine memang memutuskan untuk menginap di kediaman orang tua Melinda setelah ketibaan Arine di Belanda kemarin. Mengingat Nathan yang akan berangkat berlibur besok dan ntah kapan akan kembali ke Belanda, jadi mungkin ini sebagai perkumpulan keluarga mereka sebelum Nathan berangkat menuju ke klub nya di Inggris.
"Kalau libur pertandingan harus balik ke Belanda ya sayang," ucap Opa Arine saat mereka sudah menyelesaikan sarapan mereka dan saat ini sedang duduk di ruang keluarga.
Kedua orang tua Arine dan tentunya Joy sudah berangkat kerja terlebih dahulu menyisakan empat manusia yang sedang berbincang ringan saat ini.
"Pasti dong, bisa digorok sama mami papi kalau gak pulang nanti," ucap Nathan yang membuat semua tertawa mendengarnya.
"Jadi apa target Ain selanjutnya?" tanya Opa Arine beralih ke cucu perempuannya itu.
"Hmm, Ain pengen ngambil program magister rencananya Opa," ucap Arine mengungkapkan rencananya yang mungkin belum diketahui siapapun termasuk Nathan dan Rafael.
Nathan yang mendengar itu langsung membulatkan mulutnya tak percaya Arine akan melanjutkan pendidikannya karena Nathan tau Arine hampir gila pada saat menyelesaikan kuliahnya dulu. Bukan berarti Arine tidak pintar, hanya saja memang gadis itu masuk ke kampus terbaik di Belanda jadi tekanan yang dia dapatkan juga luar biasa pada saa itu.
"Yakin lo?" tanya Nathan masih tak percaya.
"Aan kenapa raguin adiknya, bagus dong dia ada niat untuk melanjutkan pendidikannya," tegur Oma Arine melihat reaksi Nathan yang meragukan adik kecilnya itu.
"Opa senang sayang dengarnya, kamu kalau butuh informasi kampus yang kamu inginkan nanti infoin ke Opa ya. Nanti Opa akan minta bantuan ke kenalan Opa untuk cari tau untuk kamu," ucap Opa Arine mengabaikan perkataan Nathan dan istrinya itu.
Arine menganggukkan kepalanya mengerti, ia senang hal yang ingin ia lakukan didukung penuh oleh keluarganya. Tapi satu hal yang mengganjal dari tadi adalah sikap Nathan, ada apa dengan pria itu sebenarnya? Sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja hari ini.
Setelah perbincangan singkat bersama Opa dan Oma, kedua kakak beradik ini memutuskan untuk berkeliling di sekitar rumah untuk mencari udara segar. Cuaca cukup adem hari ini membuat keduanya cukup nyaman untuk berjalan bersama di ruang terbuka seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine
Teen FictionClayrine Noel Tjoe-A-On, gadis Belanda berketurunan darah Indonesia yang diwarisinya dari sang kakek yang merupakan warga Semarang. Gadis berkelahiran 27 November 2003 ini lahir di Rotterdam dan tinggal di sana bersama Orang tuanya dan Kakak laki-la...