4. Perasaan

2.1K 110 2
                                    

"Iya mami, Ain di sini aman. Ain makan dengan lahap, istirahat dengan nyaman, tidur dengan nyenyak mami," ucap Arine berusaha menenangkan ibunya yang sedang mengkhawatirkan anak perempuannya itu.

Nathan yang sedang berbaring di sebelah Arine pun menoleh, "Gimana gak betah, Ain ada pawangnya sekarang di sini mi. Dia uda gak perlu Aan jagain lagi," ucap Nathan mengejek adiknya yang dibalas tatapan tajam dari mata Arine.

"Oh iya, mami ada lihat juga di tiktok. Heboh banget itu, itu beneran pacar kamu, dek?" ucap sang ibu penasaran.

"Nggak mami, itu cuman teman aja. Rafael itu teman setimnya Aan, dan kebetulan ya kenal dan main bareng aja gitu mi," ucap Arine berusaha menjelaskan kepada ibunya.

"Mana ada temanan tapi jalan berduaan mulu si," ucap Nathan semakin kompor

"Apaan si lu, gak usa jadi kompor ya," ucap Arine kesal melihat tingkah kakak laki-lakinya itu.

Dari balik ponsel itu terdengar tawa dari sang ibu, "Oh namanya Rafael ya sayang? Gak apa mami setuju kamu sama dia, anaknya tampak baik kok. Keturunan Belanda juga kan mami baca beritanya," ucap Sang Ibu yang membuat Arine semakin kesal.

Nathan kembali tertawa melihat Arine yang kesal dengan dirinya itu. Nathan kemudian mengambil alih Handphone adiknya itu dan mulai berbincang dengan ibunya.

"Uda, mi. Anaknya makin kesal tuh, mi besok Aan sama Ain bakal flight ke Qatar bareng tim. Mami sama Papi kapan nyusul?" tanya Nathan mengalihkan pembicaraan.

"Papi mu si bilang kemungkinan lusa baru bisa nyusulin kalian, soalnya masih ada proyek papimu yang masih harus diselesaikan dulu sebelum dia cuti panjang katanya," ucap Ibu Nathan.

"Oke mami, see u soon mi," ucap Nathan sambil mengembalikan Handphone milik adiknya.

"Kalian ada mau nitip apa gak sayang? Biar mami beliin sebelum berangkat," tanya Sang Ibu menawarkan makanan yang mungkin dirindukan kedua anaknya itu.

Keduanya kompak menggelengkan kepalanya tanda tidak ada yang mereka inginkan.

"Gak ada mami, Ain titip selamat sampai tujuan aja buat mami papi. Uda kangen banget," ucap Arine.

"Iya iya sayang, sampai bertemua nanti ya. Mami juga gak sabar buat ketemu sama calon menantu mami," ucap Ibunya masih meledek Arine yang wajahnya sudah semerah kepiting rebus

"Uda lah mami, Ain mau istirahat. Bye mami, see u. Salam buat papi ya," ucap Arine sambil melambaikan tangan kepada sang ibu.

"Iya, bye sayang. Jaga diri baik-baik ya, mami kangen kalian," ucap sang Ibu membalas lambaian tangan kedua anaknya itu.

Telepon pun terputus, Arine langsung duduk dan memelototi Nathan, "Lo apa-apaan si ngadu ke mami yang nggak-nggak, gue sama Rafael gak ada hubungan apa-apa. We were just friend, Nathan Noel," ucap Arine kesal.

Nathan bergidik ngeri melihat wajah serius Arine, "Iya iya, lagian percaya kok gue kalian cuman temenan," ucap Nathan meledek adiknya itu kemudia ia segera bersiap lari keluar kamar meninggalkan Arine.

"Lo nyebelin banget si, pergi lo jauh-jauh," ucap Arine sambil melemparkan bantal dan tepat sasaran mendarat di kepala Nathan.

Nathan sudah hilang dari pandangan Arine, dan kamar miliknya kembalk sepi. Jika Arine memikirkan kedekatannya dengan Rafael akhir-akhir ini, ia juga tidak bisa menyimpulkan jika keduanya sedang menjalin hubungan pendekatan atau tidak. Pasalnya keduanya hanya saling mengabarkan seadanya, tidak intens. Seperti saat ini, mereka dari pagi bahkan tidak saling memberi kabar karena memang keduanya tidak kemana-mana hari ini.

He is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang