Terhitung sudah dua hari Arine mengurung dirinya di dalam kamar, bukan tidak keluar sama sekali tapi dirinya lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar sendirian. Terkadang ada Nathan juga yang mengganggunya jika pria itu tidak keluar beraktivitas.
"Aan please, berhenti mainin gitar Ain," ucap Arine merasa bising dengan suara gitar yang dimainkan sembarangan oleh Nathan.
"Ini gitar juga dari gue, bebas dong kalau gue mau mainin," ucap Nathan tidak terima karena ini memang dibelikan oleh dirinya untuk Arine.
Arine memutar matanya kesal, "Yauda bawa balik ke kamar Aan, dan mainin sepuasnya di sana," ucap Arine kesal dengan tingkah laku Nathan.
Arine masih tidak ingin bercanda untuk sekarang, perasaannya masih bukan dalam keadaan yang baik. Arine memang memutuskan untuk tidak memainkan sosial media apapun untuk beberapa hari ini atas saran Nathan. Hal ini untuk menghindari dan menjaga keadaan mental dari Arine sendiri, Nathan tak ingin Arine semakin terpengaruh setelah membaca komentar-komentar jahat di luar sana.
"Gitu aja marah heran," ucap Nathan sambil meletakkan kembali gitarnya ke tempat semula agar gadis itu tak semakin marah.
Nathan berjalan ke arah kasur Arine dan membaringkan dirinya tepat di sebelah Arine. Ia memainkan ponselnya sebentar sambil membaca beberapa kutipan Alkitab untuk menyegarkan otaknya itu.
Arine menatap Nathan yang asik dengan bacaannya, Arine melirik sekilas ke layar Nathan.
"Ulangan 31:6, 'Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau," ucap Nathan sambil membacakan kutipan yang menurutnya bagus untuk Arine saat ini.
Arine menoleh ke arah Nathan yang saat ini menatapnya.
"Iyaa, Ain ngerti kok. Ain gak takut cuman belum siap aja," ucap Arine tau Nathan sedang menyindir dirinya dengan kutipan Alkitab yang baru saja ia bacakan.
"Halah gak takut apanya? Kalau gak takut mah masalahnya dihadapin, bukan pura-pura menghilang begini," ucap Nathan menyindir Arine.
Arine memang tidak menghidupkan ponselnya dari saat pertengkarannya dengan Rafael, ia menutup semua sosial medianya dan bahkan tidak berani menyentuh ponselnya.
"Gue cuman butuh tenang, Aan. Terlalu berisik rasanya kalau harus ngelihat itu semua, kan Aan juga yang nyuruh buat stop ngelihatin sosial media," ucap Arine.
"Gue cuman nyuruh lo buat batasin diri untuk main sosial media, lagian lo ngapain si translate komentar mereka? Hidup lebih tenang kalau kita gak tau dan gak ngerti," ucap Nathan masih kesal dengan Arine.
Pasalnya Arine sangat niat untuk menerjemahkan komentar-komentar pedas di akun sosial medianya, bahkan Nathan tak pernah mau tau. Ia lebih memilih tidak mengerti dari pada harus tau pahitnya komentar di luar sana.
"Cuman penasaran aja, tapi ternyata sejahat itu kata-katanya," ucap Arine karena memang dia tidak menduga dirinya akan menjadi bahan hujatan mereka.
Lagi-lagi Nathan dibuat menghela nafasnya dalam karena jawaban gadis ini, ia tak mengerti apa yang ada di otak Arine sampai membuat dirinya berpikir itu hal yang pantas untuk dipenasarankan.
"Hilangin rasa penasaran lo, kalau kata Indo lo itu kebanyakan kepo," ucap Nathan kesal dengan adik perempuannya itu.
Arine menaikkan alisnya, "Apa itu kepo?" tanya Arine karena ia asing dengan kata yang baru saja diucapkan oleh Nathan.
"Ya elu, kepo," ucap Nathan tak ingin menjelaskan lebih panjang.
Nathan kembali sibuk dengan ponselnya, ia melanjutkan kegiatannya. Setelah malam itu, Nathan memang tidak pernah membahas masalah itu lagi dengan Arine. Begitupun sebaliknya, Arine tidak ada membahas masalahnya lagi ke Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine
Teen FictionClayrine Noel Tjoe-A-On, gadis Belanda berketurunan darah Indonesia yang diwarisinya dari sang kakek yang merupakan warga Semarang. Gadis berkelahiran 27 November 2003 ini lahir di Rotterdam dan tinggal di sana bersama Orang tuanya dan Kakak laki-la...