60. Kembali ke Rumah 📍

605 58 3
                                    

Setelah menjalani perawatan yang intens akhirnya hari ini Arine sudah diijinkan untuk kembali ke rumahnya, dengan bersemangat ia berjalan turun dari mobil dan menghirup udara segar yang sudah lama tak ia hirup ini.

"Jangan terkena udara dingin dulu, Ain. Cepat masuk ke rumah," tegur Romeo saat melihat Arine masih berputar-putar di halaman rumahnya setelah turun dari mobil.

Arine menoleh dan mendapati Melinda dan Romeo sedang menenteng beberapa perlengkapan yang dibawa ke rumah sakit kemarin. Arine hanya memberikan cengirannya dan segera ia berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Saat pintu rumahnya terbuka, terdengar bunyi confetti yang memekakan telinga Arine. Dan tampaklah sosok Rafael yang berdiri dengan confetti di tangannya dan bucket bunga mawar merah di pelukannya.

"Welcome home sayang," ucap Rafael sambil meletakkan confetti dan berjalan menyerahkan bunga dipelukannya itu.

Romeo dan Melinda yang sudah mengetahui ini hanya bisa tersenyum melihat kisah cinta anak muda yang dulu pernah mereka lalui juga pada masanya.

Arine yang masih shock langsung berhambur ke pelukan Rafael tanpa memperdulikan bucket bunga yang dipegang Rafael itu.

Rafael merasakan dada bidangnya basah dan bisa ia pastikan Arine pasti menangis, ntah menangis karena terharu atau terkejut.

"Sayang," panggil Rafael sambil membelai pelan rambut Arine.

"Thank you for coming, tapi kamu kagetin aku sayang," ucap Arine sambil melepaskan pelukannya dan menyeka air matanya.

"Maafin aku sayang," ucap Rafael sambil membantu Arine menyeka air matanya.

Rafael beralih ke belakang Arine dan tampak kedua orang tua Arine yang tersenyum menatap Rafael.

"Maafin Ain yang suka kagetan ya, Ael," ucap Melinda sambil berjalan menghampiri Rafael dan Arine disusul oleh suaminya di belakang.

Rafael hanya terkekeh mendengar perkataan Melinda karena memang ia sendiri juga tau bahwa Arine sangat mudah terkejut dan berakhir ia akan menangis seperti pertemuan awal mereka dulu.

"Biar Ael bantu bawain, mami," ucap Rafael sambil mengambil alih tentengan di tangan Melinda dan meletakkannya ke ruang tengah rumah Arine.

Arine dan kedua orang tuanya berjalan menuju ke tempat Rafael berada. Arine memilih duduk sambil menyeruput susu pisang di tangannya yang baru saja diambilkan oleh Rafael untuknya. Kedua orang tua Arine sudah berjalan pergi untuk bersiap-siap kembali ke kantor lagi.

"Bagaimana? Sudah enakan?" tanya Rafael kepada gadisnya yang sedang duduk bersandar menikmati susu di tangannya.

"Sudah sayang, gimana latihan kamu?" tanya Arine kepada Rafael karena memang ia sudah lama tak bertanya perkembangan sepak bola Rafael.

Rafael menghela nafasnya dan menoleh ke arah Arine, ada sesuatu yang harus ia ceritakan tapi ia bingung harus memulai dari mana. Ia takut Arine merasa tidak melibatkannya dalam pengambilan keputusan ini, tapi alasannya bukan karena itu.

"Sayang, ada sesuatu yang mau aku ceritakan. Tapi aku mohon jangan salah paham dan merasa tidak aku libatkan dalam pengambilan keputusan ini," ucap Rafael berusaha menjelaskan agar gadis ini tidak salah paham dulu.

Arine mengangguk dan membenarkan posisi duduknya karena ia yakin ini pembicaraan yang serius.

"Iya sayang, jika keputusan yang kamu ambil adalah yang terbaik maka aku akan dukung sayang," ucap Arine tak ingin membuat Rafael merasa tak enak apalagi status mereka hanya berpacaran jadi Arine tidak memiliki hak lebih untuk menentukan keputusan Rafael.

He is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang