dreett.. dreeett... drettt..
Arine yang sedang mengeringkan rambutnya mendengar getaran ponselnya langsung berlari melihat siapa yang meneleponnya. Tertera jelas nama Rafael Struick di sana, tanpa pikir panjang Arine langsung menjawab video call pria itu.
Wajah pertama yang Arine lihat adalah wajah lesu pria itu, Arine melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul 10 malam.
"Uda makan, Ael?" tanya Arine lembut
Rafael menggeleng pelan kepalanya, "Lo uda?" tanya Rafael pelan.
"Gue lagi bm Mcd, yuk temenin gue," ucap Arine.
Rafael menggelengkan kepalanya lagi, "Gimana gue mau ketemu lo dengan keadaan kayak gini, Ain," ucap Rafael
"Lo gak mau nemenin gue? Yauda gue sendirian aja deh," ucap Arine yang membuat Rafael menggelengkan kepalanya semakin kuat.
"Gue temenin, 5 menit lagi gue jemput ke kamar," ucap Rafael
Arine tersenyum kemenangan, dan akhirnya ia memberikan jempol kepada Rafael dan telepon pun selesai. Arine berjalan ke kamar orang tuanya untuk meminta ijin keluar sebentarz
Arine bersiap-siap untuk bertemu dengan Rafael, sebenarnya dirinya tidak ada keinginan untuk memakan apapun saat ini. Tadi ia makan cukup banyak, mengingat keluarganya yang akan selalu memesan makanan dengan porsi yang cukup banyak.
Tapi tidak apa, Arine hanya ingin bertemu Rafael dan memastikan pria itu makan.
Tidak lama kemudian, Rafael sudah mengabarkan bahwa dirinya kini sudah berada di depan kamar milik Arine. Arine langsung berlari keluar menghampiri Rafael dengan semangat. Pria itu memakai Hoodie hitam dan celana pendek selutut.
"Selalu ganteng," ucap Arine pelan bahkan Rafael tidak mendengarnya sama sekali.
"Ayo, kita makan," ucap Arine dengan semangat sambil menggandeng tangan Rafael.
Rafael yang diperlakukan seperti itu terasa membeku, kemudian ia membalas genggaman tangan gadis itu seakan-akan tidak ingin gadis itu lepas.
Rafael bahagia, gadis ini bisa memahami dirinya. Ia tidak bertanya apapun, tetapi memperlakukan Rafael seperti tidak terjadi apa-apa. Karena ia tau, itu akan sangat menyakiti perasaan Rafael.
Arine memesan beberapa menu yang biasa Rafael pesan, Rafael tersenyum karena Arine masih menghafal apa saja yang ia suka.
Tak lama kemudian Arine datang membawa nampan yang berisikan makanan dirinya dan Rafael.
"Lo cuman makan kentang?" tanya Rafael karena tidak melihat adanya nasi di tempat Arine.
Arine menganggukkan kepalanya, "Gue cuman lagi bm kentang aja," ucap Arine sambil mencomot kentang miliknya.
Rafael kemudian mulai memakan makanan yang dipesankan Arine untuk dirinya sambil menatap dalam wajah wanita yang belum bisa dia miliki itu.
"Maaf ya gue belum bisa nepatin janji gue," ucap Rafael tiba-tiba setelah makanannya habis.
Arine yang masih asik dengan kentang miliknya mengangkat kepalanya, ia tersenyum menatap Rafael, "Kentangnya enak banget, Ael," ucap Arine mengalihkan pembicaraan. Arine takut Rafael kembali sedih dengan kekalahan hari ini jika pembicaraan itu dilanjutkan.
Rafael menahan tangan Arine, "Ay, gue minta maaf," ucap Rafael berusaha membujuk Arine untuk masuk ke dalam topik ini.
Arine menghela nafasnya, ia mengambil tissue dan mulai membersihkan tangannya.
"Ael, its not your fault. Kalian uda keren banget tadi, kalian main dengan sangat kompak dan baik. Ael, gue gak masalah lo gak cetak goal. Cukup lo gak cidera gue uda senang. Gue panik tadi waktu lo terbaring di lapangan, gue pikir lo kenapa-kenapa. Lo gak cidera aja, gue uda bahagia Ael," ucap Arine menjelaskan apa yang menjadi beban Rafael saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine
Teen FictionClayrine Noel Tjoe-A-On, gadis Belanda berketurunan darah Indonesia yang diwarisinya dari sang kakek yang merupakan warga Semarang. Gadis berkelahiran 27 November 2003 ini lahir di Rotterdam dan tinggal di sana bersama Orang tuanya dan Kakak laki-la...