Setelah peluit pertandingan berakhir, semua tampak sedih dengan hasil hari ini. Indonesia harus mengakui kemenangan Uzbekistan, Arine langsung menoleh ke arah Rafael yang tampak sangat sedih. Rafael tampak menoleh ke arahnya seperti meminta ijin untuk turun ke lapangan, meskipun Arine sedang marah ia tidak mungkin melarang Rafael untuk menghampiri teman-temannya. Ia menganggukkan kepalanya tanda ia memberikan ijin.
Dapat Arine lihat wajah lesu Rafael, Arine yakin ia sangat sedih. Karena ini merupakan babak penentuan untuk melaju ke babak final, ditambah dirinya yang gagal mendampingi timnya dalam pertandingan ini. Arine tidak melihat Rafael menyapa gadis di sebelahnya sama sekali, ia langsung berjalan pergi tanpa berpamitan ke sebelahnya. Masih haruskah Arine marah padanya? Arine masih sangat kecewa sejujurnya.
Arine mengalihkan perhatiannya ke arah Nathan, ia melihat Nathan yang sedang berusaha menenangkan teman-teman timnya. Arine tau Nathan pasti juga hancur, tapi mau bagaimana lagi ban capteen ada di lengannya yang tandanya siapa lagi jika bukan dia yang menenangkan teman-temannya. Azizah dan Nadia pun sama, mereka terdiam sambil menunggu pasangan mereka tenang dan berjalan menghampiri mereka.
Setelah itu tampak Nathan berjalan menghampiri Arine dengan langkah yang sangat lesu, tanpa berkata apa-apa Arine langsung memeluk Nathan erat seakan-akan memberitahu Nathan bahwa ia sudah berjuang dengan baik. Tubuh Nathan mulai bergetar, Arine tau Nathan sudah tidak tahan dengan air matanya dari tadi. Ia tidak bisa berpura-pura kuat lagi sekarang, cukup berpura-pura di depan teman-temannya tidak di depan adiknya ini.
"You did a great job, Aan. Its okay, im still proud of you," ucap Arine sambil menenangkan Nathan.
Nathan masih terus terisak di dalam pelukan Arine, ia seakan-akan menyalurkan kekecewaannya pada Arine. Arine terus mengelus punggung Nathan berusaha menenangkannya. Nathan tidak pernah menyembunyikan perasaan sedihnya jika sudah di depan Arine, karena jika bukan ke Arine kepada siapa lagi ia harus mengekspresikan ini.
Tak lama tampak teman-teman tim Nathan datang menghampiri Nathan berusaha menenangkan Nathan yang tampak masih menangis di pelukan Arine. Arine memberi kode kepada mereka untuk membiarkan Nathan tenang terlebih dahulu.
Rafael turut berdiri di sana memperhatikan Nathan, dia tak pernah melihat Nathan seperti ini sebelumnya.
Setelah dirasa Nathan sudah mulai tenang, Arine mulai melepaskan pelukannya. Nathan pun sadar dirinya saat ini sedang menjadi pusat perhatian, ia menundukkan kepalanya tak ingin melihat semuanya sambil menghapus air matanya terlebih dahulu.
Arine memberikan beberapa helai tissue untuk Nathan, dan menepuk pundaknya pelan.
Nathan berbalik badan dan melihat teman-temannya yang sedang melihatnya. Nathan tau tak seharusnya ia seperti ini, Nathan berusaha tersenyum dan ia mengajak teman-temannya untuk kembali ke ruang ganti bersama.
Arine bangga sekali melihat Nathan yang sangat merangkul teman-temannya. Padahal bisa dibilang Nathan baru saja sumpah WNI pada Maret lalu, tapi dirinya sudah senasionalis itu kepada tim Indonesia. Arine bangga sekali.
Setelah Nathan pergi, Arine berjalan menghampiri Azizah dan Nadia yang sedang menunggunya.
"Gue gak pernah lihat Nathan sesedih itu, Rin," ucap Azizah yang disambut anggukan Nadia.
"Biasanya dia secool itu, bahkan gue jarang banget dengar dia ngomong," ucap Nadia menyambung ucapan Azizah.
Arine tersenyum mendengarnya, Nathan memang tampak sangat cuek padahal Nathan secerewet itu jika dengan dirinya.
"Dia gak secool yang kalian bayangin, tapi dia semenyebalkan itu kadang," ucap Arine sambil terkekeh.
Azizah dan Nadia tertawa mendengarnya, mereka sangat mengerti hubungan kakak beradik itu bagaimana. Maka tidak heran di mata Arine, Nathan tetap menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine
Teen FictionClayrine Noel Tjoe-A-On, gadis Belanda berketurunan darah Indonesia yang diwarisinya dari sang kakek yang merupakan warga Semarang. Gadis berkelahiran 27 November 2003 ini lahir di Rotterdam dan tinggal di sana bersama Orang tuanya dan Kakak laki-la...