Sinar matahari pagi menyinari melalui jendela yang terbuka, memantulkan anak laki-laki yang kosong di tempat tidur. Kaki anak laki-laki itu dibentangkan lebar-lebar di atas seprai hitam, berbaring telentang dalam font besar. Kulitnya yang putih dan lembut memiliki lapisan memar. Payudara di dadanya sudah rata, namun putingnya masih merah dan bengkak.
Batang giok yang terlalu sering diejakulasikan meringkuk menjadi bola dan digantung di perut bagian bawah. Dua lubang berdaging di antara kedua kakinya berwarna merah dan bengkak namun masih terbuka, memperlihatkan dua bukaan seukuran buah plum untuk merasakan kesejukan udara. Tempat tidurnya berantakan, tapi tidak ada bekas cairan yang tersisa.
Semua itu ditelan oleh monster transparan tadi malam.
Tadi malam, Lance disetubuhi secara brutal oleh monster-monster tak terlihat itu sepanjang malam, dan hal-hal itu tidak surut sampai fajar. Meninggalkan Lance yang hampir dipukuli, dia pingsan di tempat tidur.
Lance menatap langit-langit dengan tatapan kosong, dan butuh waktu lama baginya untuk bereaksi. Dia mengangkat tangannya yang hampir tak sadarkan diri dengan paksa dan memaksa dirinya untuk duduk. Kedua lubang daging itu tiba-tiba menempel pada kain seprai sehingga menimbulkan rasa sakit yang menyengat. Lance menarik napas dan akhirnya turun dari tempat tidur dengan gemetar.
Menyeret kakinya yang selembut mie, dia berjalan menuju meja. Ketika dia membuka laci, dia menemukan bahwa, seperti yang dia duga, album itu masih ada di dalam laci.
Lance tidak menunjukkan banyak keterkejutan, dan hanya pergi ke kamar mandi untuk mandi dengan ekspresi tidak berdaya. Sepertinya dia impulsif dan membuang buku itu karena marah, yang berujung pada bencana tadi malam. Karena buku itu dapat mempermainkan saya melalui mimpi dari jarak ribuan mil, tidak mungkin untuk membuangnya sesuka hati.
Menyalakan air panas dan mengubur seluruh tubuhnya di dalamnya, Lance dengan hati-hati membersihkan bekas di tubuhnya. Air panas perlahan menjernihkan pikirannya yang pusing, dan dia menghela nafas tak berdaya. Buku itu adalah iblis yang tidak bisa aku singkirkan. Kurasa aku hanya bisa menerima takdirku.
Malam itu, Lance membuka buklet dengan ekspresi rumit. Tiga hari telah berlalu sejak perjalanan bisnis terakhir, namun buklet tersebut masih hanya mengaktifkan tiga jenis monster. Monster keempat adalah raksasa berkepala serigala dan berbadan manusia. Kepala serigala memiliki penampilan yang garang, dan matanya yang tajam bersinar hijau, membuatnya terlihat sangat jahat.
Pada tengah malam, halaman-halaman itu akhirnya bersinar kembali. Namun, berbeda dengan sebelumnya, kali ini buku tersebut langsung bersinar dengan lampu merah yang menyilaukan! Beberapa serigala besar tiba-tiba muncul dari udara tipis di ruangan kecil itu. Mata hijau serigala menatap Lance tanpa berkedip, membuat Lance merasakan krisis begitu saja.
Mungkinkah lampu merah melambangkan hukuman? Gandakan jumlah monsternya? Lance berpikir sambil melihat ke arah serigala. Dia tertangkap basah dan jatuh ke tanah oleh sekawanan serigala, tergeletak di karpet lembut.
Sekelompok serigala mengepung pemuda cantik yang tergeletak di tanah, dan dengan satu tarikan cakarnya, mereka merobek semua pakaian pemuda itu menjadi potongan-potongan kain. Pemuda rapuh itu dengan cepat ditelanjangi, dan bekas nafsu yang tertinggal di tubuhnya tadi malam sungguh mengejutkan. Seekor serigala raksasa dengan cepat berbaring di tubuh Lance, merentangkan kakinya dan mulai bercinta.
"Ah...pelan-pelan...masuk..." Lance berusaha mundur. Buku hari ini bahkan tidak memberinya pengobatan untuk titik akupunktur yang bengkak tadi malam. Meski tubuhnya dikaruniai setelah mengalami periode pengalaman penuh nafsu ini, rasa sakit di dua lubang kecil itu segera berhenti dan menjadi sesak kembali. Namun lubang daging yang masih agak merah dan bengkak itu masih sedikit perih ketika ayam serigala besar itu tiba-tiba didorong dengan kuat ke dalamnya.
