Chapture 34

337 11 0
                                    

Televisi menyala di ruang tamu, menyaksikan saluran bola. Adari yang masih bertumpu di pangkuan Ziyaan tentunya ikut menyaksikan saluran bola tersebut.

Sedari tadi Ziyaan sibuk bertanya perihal Adari yang katanya tidak menyukai bola. Apalagi menonton pertandingan bola di saluran televisi, menurut nya hal tersebut menyia-nyiakan waktunya yang cukup berharga.

"aku tetep mau nemenin kamu nonton bola, sampai muak, " begitu jawaban Adari saat Ziyaan menanyakan dirinya yang rela bergadang demi menemani nya menonton pertandingan bola di ruang televisi.

"Bukannya Adari ga suka bola, " Ziyaan bersikeras agar Adari meninggalkan nya menonton bola, dikarenakan Adari harus tidur lebih awal dan tidak boleh bergadang sampai larut malam. Ziyaan benar-benar khawatir akan kandungan istri nya.

"biar suka, " ujar Adari singkat. Kepalanya masih menetap di paha milik Ziyaan.

Saluran bola itu ternyata asyik sekali jika disimak dengan baik. Setiap kali pemain tim yang mereka dukung mencetak gol, kedua pasangan muda itu serentak meneriaki dengan penuh semangat walau malam semain larut.

Tak terasa pertandingan itu ditunda sejenak dengan iklan televisi. Adari cemberut saat melihat nya, karena ia terlalu asyik menyaksikan pertandingan itu walau awalnya ia tak menyukai nya sedikitpun.

Ziyaan mengalihkan tangannya yang sedari tadi ada di puncak rambut Adari menuju perutnya. Setelah beberapa hari Adari dinyatakan hamil muda, Adari tak merasakan sakit atau gejala hamil lainnya, melainkan hanya emosi nya saja yang semakin besar. Adari semakin hari tak ingin diatur oleh siapapun, termasuk Ziyaan, suaminya.

"Gak ada rasa sakit yang kamu alami, dar, " Tanya Ziyaan yang merasa heran terhadap kandungan istrinya, berbeda dengan wanita-wanita hamil lainnya.

Adari mengaitkan kedua alisnya menatap Ziyaan tajam
"Lo mau gue kesakitan, maksudnya" ujar Adari lalu bangkit dari pangkuan Ziyaan.

Ziyaan tersenyum pahit, ia menggeleng pelan, meraih pipi kemerahan Adari.
" bukan gitu maksudnya, dar"

Emosi Adari semakin melunak
"Alah, jujur aja lo, kalo pengen liat gue kesakitan sampe teriak-teriak, "

"aku cuma heran doang, kenapa dari awal kamu gak pernah ngerasain gejala mual, sakit perut, kayak cerita uma pas waktu hamil muda, " tutur Ziyaan menjelaskan agar emosi Adari mereda.

"yah, emang lo kira semua wanita sama, "

"gue juga gatau kalau gue begini, Ziyaan, "

Ziyaan tersenyum menatap istrinya yang sedang mengomel. Rasanya Ziyaan ingin menarik pipi Adari yang semakin memerah akibat emosi nya.

"lagian yah, elo nafsu banget sama gue, kalau lo bisa nahan nafsu malam itu, gue gabakal hamil secepat ini
lagian gue belum wisuda, belum koas,"

Ziyaan merayu mengambil tangan putih milik Adari.

"yah, maaf" ucapnya ringan.

Adari semakin naik pitam.
"maaf, maaf. Apa gunanya maaf elo dengan perut gue yang makin hari makin membesar," ucap Adari dan sambil menujuk perutnya itu.

"kebelet banget jadi orang tua.. " sambung nya.

"lo ga cinta sama gue, percuma semua.. " Adari pura-pura terlihat bersedih dengan niat menipu keimanan Ziyaan.

"Dar... " Ziyaan mengambil tubuh Adari semakin dekat dengan wajahnya.

"Cinta yang paling tulus adalah yang tidak pernah diungkapkan melalui kata-kata, tetapi terasa dalam diamnya,"

"maafin aku malam itu, aku benar-benar mengakui aku salah, tapi ini uda rezeki kita walau proses nya bisa secepat ini, " ujar laki-laki itu dengan nada yang merasa bersalah.

Sama Sama Santri (𝐄𝐍𝐃) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang