Chapter 20

19.7K 1.6K 64
                                    

Happy Reading🌻

Lima pemuda tengah berada di markas yang biasa mereka tempati. Kali ini hanya lima dari enam remaja yang biasanya berkumpul.

"Lu pada aneh gak sih sama sikap Elang?" tanya Eros sambil menatap temannya satu per satu.

"Aneh?" ulang Kevin, kurang paham dengan apa yang Eros ucapkan.

"Sean," jeda Eros. "Sikap dia ke Sean itu beda. Lu pada nyadar gak?" lanjutnya menjelaskan.

"Gue juga sadar. Elang kayak posesif banget sama si Sean," sahut Gibran.

"Bener banget. Gue juga baru sadar, Elang itu gak keberatan deket sama Sean. Lu liat aja tadi waktu Sean dateng, dia langsung buka matanya kayak semangat gitu," tambah Marvel.

"Terus sejak ada Sean, Elang dikit-dikit pasti nyariin tuh anak. Tapi ada yang aneh juga sama Sean." Eros kembali menatap satu persatu temannya, meyakinkan pemikirannya sama atau tidak dengan mereka.

"Iyan." Kini suara Aksa yang terdengar.

Eros menjentikkan jarinya. "Nah, si Elang juga deket sama Iyan. Gue juga baru inget waktu di kafe. Lu pada liat Iyan kayak gak asing, kan?"

Kompak mereka semua mengangguk untuk membenarkan ucapan Eros. Mereka semua nampak memikirkan dugaan dan teori yang mereka buat.

"Jangan-jangan..." Kompak kelimanya menggantung ucapan mereka. "Sean itu Iyan!" lanjut mereka kompak.

Brak!

"Fiks pasti mereka satu orang!" heboh Kevin setelah menggebrak meja, sudah menjadi kebiasaan manusia satu itu.

Plak!

"Biasa aja dong njing." Geplakkan dan makian Kevin dapatkan dari Marvel.

"Tapi kenapa bisa gitu?" heran Gibran sambil meminum minuman kaleng yang ada di sana.

"Pasti ada something," jawab Aksa ikut meminum. Hanya mendengarkan saja rasanya haus apalagi yang sedari tadi berbicara.

Keempatnya mengangguk setuju. "Gue berharap semoga aja Sean atau pun Iyan bisa buat Elang bahagia."

"Bener, kita semua tau problem Elang kayak gimana. Semoga aja dengan adanya Sean atau pun Iyan, bisa buat hidup Elang lebih berwarna," timpal Eros serius.

"Semoga aja."

***

Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, dan Sean masih setia mengurus Elang yang tengah sakit. Dari mulai memberikan obat pengurang rasa sakit, menyuapi makan sampai mengganti baju lelaki itu.

"Elang."

"Heum?"

Sebelah tangan Sean sedari tadi tak henti mengusap dan menyisir rambut Elang yang berada di atas pangkuannya.

"Gue pulang ya. Udah malem soalnya," ucap Sean. Dia masih memiliki urusan di apartemennya, dan juga ponselnya tertinggal di sana.

Yang Sean takutkan adalah kakek dan neneknya menelpon. Jika Sean tidak mengangkat panggilan itu, otomatis itu akan membuat kakek dan neneknya khawatir.

Memang sedari Sean tiba di Indonesia, mereka tidak pernah lupa menghubungi Sean, baik itu melakukan video call, panggilan suara, atau pun pesan.

Kembali lagi pada Elang. Lelaki itu tak langsung menjawab ucapan Sean. Dengan perlahan Elang melepaskan ibu jari Sean yang sedari tadi berada di mulutnya.

"Terus gue sendiri?"

Sean menghembuskan napas berat. Dia menatap Elang yang masih betah dalam posisinya.

Confidential (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang