Chapter 22

18.9K 1.5K 55
                                    

Happy Reading🌻

Keadaan tubuh Elang kini sudah mulai membaik. Lembam di wajahnya pula sudah terlihat jauh lebih baik karena Sean selalu mengolesi salep secara rutin.

Di hari Minggu ini, dua manusia itu tengah sibuk pada urusan masing-masing. Sean sibuk dengan pekerjaannya, dan Elang sibuk bermanja-manja pada Sean.

"Shh," ringis Sean pelan dan langsung mengalihkan fokusnya pada Elang yang berada di sampingnya.

"Lu jangan buat hickey mulu anjir! Susah gue nutupinya," kata Sean jengah sambil mengusap pelan bekas hisapan Elang barusan.

Sedangkan Elang, lelaki tampan itu hanya tersenyum simpul dengan menatap kagum hasil karyanya di leher Sean.

"Ck, lu sibuk mulu dari tadi. Gak sopan banget majikan dianggurin kayak gini."

"Gue lagi kerja, gak kayak lu," ketus Sean dengan melanjutkan pekerjaannya.

Elang berdecak pelan dengan kembali menyenderkan kepalanya pada pundak Sean.

"Kerjaan mulu, gue nya kapan?"

Sean menghela napas. "Denger ya dugong. Ini kalo lu gak ganggu gue mulu, kerjaan gue gak bakalan numpuk kayak gini."

Memang benar, jika saja Elang tak menempelinya terus menerus mungkin pekerjaannya tak mungkin sebanyak ini.

"Kok jadi gue," ketus Elang tak terima. Dia hanya ingin diperhatikan oleh pemuda itu, apa itu salah?

Entah bagaimana jadinya jika Sean pergi dari hidup Elang. Apakah lelaki itu akan baik-baik saja, atau mungkin kembali terpuruk.

Sean menghembuskan napas lega saat dia sudah mengerjakan semua pekerjaannya. Dia dengan perlahan menutup laptopnya, membuat Elang memandangnya dengan senang.

"Udah kan? Sekarang fokusnya sama gue!" ucap Elang dengan semangat.

Sean menaikan sebelah alisnya. "Ini jabatan gue jadi babu lu itu sampe kapan, huh?" tanyanya, karena jika dipikir pula dirinya sudah lumayan lama menyandang jabatan sebagai babu Elang.

"Sampe gue mati."

"Dih, seenak jigong lu aja kalo ngomong! Gak mau!" galak Sean dengan menatap tak suka pada Elang.

"Lagian mana ada babu sama majikan kayak gini," lanjutnya jengah.

Elang hanya mengedikan bahu acuh. Kedua tangannya semakin memeluk tubuh Sean erat, dan semakin menghirup rakus wangi tubuh pemuda itu.

"Kapan pulang?"

"Lu ngusir gue?" delik Elang tak suka mendengar pertanyaan seperti itu.

Sean membawa wajah Elang untuk mendekat ke arahnya. Dengan gemas dia menggesekkan hidung mungilnya dengan hidung mancung Elang.

Elang sendiri yang awalnya sebal pada Sean, malah kini tersenyum lebar menerima perlakukan seperti itu.

"Masa lu mau di sini terus," jawab Sean setelah menjauhkan wajahnya. "Orang tua lu juga pasti udah pergi dari apart lu."

Dia tidak mau saja jika Elang terus-menerus lari dari masalah. Yang seharusnya lelaki itu lakukan adalah menyelesaikan masalah, bukan begitu?

"Mereka pemaksa Yan. Pasti sekarang di depan apart gue udah banyak bodyguard yang disuruh Mama buat bawa gue pulang," gerutu Elang sambil mencabik kesal.

"Yaudah terserah lu aja." Sean dengan perlahan melepaskan pelukan Elang, lalu beranjak dari duduknya.

"Gue mau ke mini market dulu. Lu mau ikut?" tanya Sean dan melangkah masuk ke dalam kamarnya yang diikuti oleh Elang.

Confidential (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang