Epilog

20.8K 1.4K 118
                                    

Happy Reading🌻

Kini kandungan Sean sudah memasuki usia 9 bulan, dan semua orang nampak antusias menantikan kehadiran sang buah hati di keluarga Wilson maupun Reymorgen.

Oma Rima, wanita tua itu selalu saja mengirimi banyak pesan dan panggilan suara maupun video hanya untuk sekedar menanyakan kapan si kecil lahir. Sean saja sudah hampir bosan menanggapi wanita tua itu.

Tapi di balik itu semua, Sean selalu bersyukur karena memiliki Oma seperti Oma Rima yang selalu ada untuknya.

"Sayang, dedeknya nendang-nendang gak?" tanya Elang segera menghampiri Sean yang tengah duduk di sofa dengan setia mengusap pelan perutnya yang semakin buncit.

Cup!

Satu kecupan lembut berhasil mendarat di bibir mungil Sean dengan sang pelaku yang tak lain adalah Elang.

"Udah enggak," jawab Sean seadanya dengan menatap penampilan suaminya yang baru selesai mandi.

Satu lagi yang harus Sean syukuri adalah keberadaan Elang sebagai suaminya. Dia sangat beruntung merasakan bagaimana hebatnya di perlakukan dengan sangat istimewa oleh seorang suami.

"Rasa sakitnya masih kerasa gak?" tanya Elang kembali bersuara, karana sedari tadi Sean mengatakan nyeri di di bagian intinya juga rasa panas di bokongnya.

Sean menggelengkan kepalanya pelan dengan menampakan senyum lembutnya, mengusap pelan rambut legam Elang yang kini posisinya berada di depan perut Sean.

Lelaki itu tengah berada di depan perut Sean dengan posisi bertekuk lutut.

"Kenapa gak di keringin rambutnya?" tanya Sean dengan kini bergerak menyisir rambut basah suaminya.

Elang masih asik mencium permukaan perut buncit Sean yang tertutupi kain daster andalan ibu hamil itu.

"Kan kamu nya lagi di sini," jawab Elang apa adanya yang langsung mendapat helaan napas lelah dari Sean.

"Kan bisa sendiri. Kenapa harus selalu sama aku," jengah Sean tak habis pikir dengan tingkat kemanjaan suaminya itu yang tak ada habisnya.

Kadang Sean heran, mengapa sikap manja Elang semakin hari semakin bertambah. Kadang lelaki itu sering membuat Sean geleng-geleng kepala saat mendengar ucapan tak masuk di akalnya.

Seperti contohnya jika nanti anaknya lahir, Elang tetap harus menjadi nomor satu, dan anaknya harus menjadi nomor dua. Intinya perhatian Sean harus lebih besar untuk Elang.

Entahlah, mungkin lelaki itu takut jika anaknya lahir nanti Sean akan lebih fokus pada anaknya di banding pada suaminya. Maka dari itu semakin hari, Elang selalu saja bermanja-manja pada Sean.

Kembali lagi pada Elang yang saat ini tengah mengusap pelan perut Sean.

"Gara-gara dedek terus nendang-nendang perut Mami, jadi Papi yang kena imbasnya," ucap Elang berceloteh dengan sesekali menggesekkan hidung mancungnya di permukaan perut Sean.

Kembali Sean mendelik sebal mendengar ucapan Elang yang pasti selalu seperti itu. Jika Elang di abaikan sedikit saja, maka yang di salahkan adalah bayinya.

"Ck, gak mau ngalーahhshh," ucapan Sean terpotong dengan suara ringisannya hal itu sontak membuat Elang bangun dari posisinya.

"Kenapa Sayang, kenapa?" tanya Elang dengan raut wajah khawatir.

Sedangkan Sean memejamkan matanya dengan memegangi bagian perutnya.

"Shhhh, ngilu, sakit, panass lagihh," ringis Sean dengan mimik wajah berubah pucat pasi.

Confidential (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang