34. Rencana

295 35 19
                                    

"Sebenernya gue udah kumpulin bukti, Wan. Gue udah minta rekaman CCTV dari beberapa pemiliki bangunan di sepanjang jalan yang kira-kira motor itu lewati di hari kejadian. Kalau emang lo ngerasa udah waktunya, gue akan buat laporan ke pihak berwajib."

Selama mendengarkan penjelasan Saka, Awan hanya diam. Tapi tentu saja pikirannya sedang berkecamuk. Siapa sangka penjahat yang selama ini tak terendus, hingga hampir saja Awan mengubur dendamnya, tiba-tiba penjahat itu malah muncul sendiri.

Andika sudah membunuh Pelangi. Ditambah lagi, Andika secara tidak langsung belakangan ini menyebabkan banyak luka untuk keluarga Mawar.

"Jangan libatkan polisi, Sak," ujar Awan dalam. Di benaknya, Andika terlalu buruk untuk hanya mendapatkan hukuman penjara.

"Kamu mau ngapain, Mas?" tanya Mawar cemas. Raut muka Awan berubah drastis dari sebelumnya. Ia bisa melihat kemarahan juga dendam di tatapan mata suaminya yang begitu tajam.

"Nay, kamu ajak Mawar sama Rendra ke kamar dulu," pinta Saka begitu sadar kalau obrolannya dengan Awan tidak akan cocok dengan mereka bertiga. Untungnya meskipun juga ingin terlibat dalam pembahasan mengenai pelaku tabrak lari yang merenggut nyawa kakaknya, Kanaya cukup bisa mengerti. Ia segera mengajak Mawar dan Rendra, membiarkan sisa obrolannya diselesaikan para lelaki.

"Gue yakin pikiran kita sama, Sak! Kalau nggak, lo udah laporin si Andika ini dari awal. Karena lo harusnya tau apa yang akan terjadi setelah fakta ini sampai ke telinga gue."

Saka mengangguk. Meskipun dendamnya pasti tidak sebesar yang dimiliki oleh Awan, tapi sikap Andika yang langsung melarikan diri hari itu benar-benar membawa emosinya ke puncak tertinggi. Masih membekas di ingatannya saat Saka harus mendapati Pelangi bersimbah darah di trotoar. Terlalu baik untuk membiarkan pelakunya hidup tenang sedangkan Saka harus terbebani oleh ingatan Pelangi yang terbaring tak berdaya di akhir hidupnya dulu.

"Rencana kalian apa?" tanya Kian yang sebenarnya sama sekali tidak menyukai kekerasan. Tapi kali ini entah kenapa Kian tergerak untuk ikut campur dalam entah apapun yang sedang direncanakan kedua kawannya.

"Gue cuma pengen si bajingan itu tau pentingnya tanggung jawab. Gue mau dia tersiksa sampai dia sendiri yang memohon untuk diserahkan ke polisi."

Kian mengenal Awan sejak kecil. Mendengar ucapan kawannya barusan tentu membuat Kian bergidik ngeri karena Ia tahu, Awan benar-benar akan melaksanakan ucapannya.

"Gue di belakang lo, Wan!" ucap Saka pasti. 

"Gue akan bantu, tapi baiknya kita rencanain semuanya matang-matang, kalau bisa jangan terlalu banyak pakai kekerasan."

Awan memandang salah satu kawannya itu, "apa lo perlu kehilangan orang kesayangan lo dulu biar tau yang gue rasakan sekarang, Ian?"

"Sabar, Wan. Gue cuma gak mau kalian terlibat masalah yang lebih serius."

"Gue udah cukup bersabar dengan tidak berfirikir bahwa nyawa harus dibayar nyawa."


~


Setelah mengganti bajunya dengan hanya kaos dan celana kain selutut, Awan langsung merebahkan diri di ranjang. Ia mengambil posisi telentang, pandangannya menatap kosong ke langit-langit yang temaram. Otaknya masih memikirkan berbagai alternatif tindakan yang bisa diambilnya untuk membuat Andika menyesal.

"Kamu ada rencana apa, Mas?" tanya Mawar tanpa menoleh. Ia juga belum tertidur karena tau Awan sudah merencanakan hal besar bersama Saka dan Kian tadi.

"Aku cuma mau dia nyesel udah lari dari tanggung jawab."

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang