Selamat hari Sabtu!
Semoga weekend kalian bebas dari bayang-bayang hari senin.
Happy Reading!
"Mas, bangun!"
Sudah beberapa kali Mawar mengguncang pundak suaminya tapi sama sekali tak ada respon. Awan masih tertidur dengan wajah tepat berada di sebelah perut Mawar. Entah sejak kapan Ia berpindah posisi tidur kesana.
Sejak Awan tahu bahwa di dalam perut itu sedang tumbuh buah hati mereka, Ia menjadi sangat terobsesi untuk selalu menyentuhnya, seakan ingin menyapa calon kehidupan yang pastinya belum berbentuk di dalam sana. Seperti yang terjadi pagi ini, entah sejak kapan pria itu menggeser tidurnya ke bawah, mensejajarkan wajahnya dengan perut polos Mawar. Tangannya yang kanan tadi juga sempat memeluk tubuh itu erat, tapi entah sadar atau tidak, Awan melepasnya setelah beberapa kali Mawar mencoba membangunkannya.
"Mas... bangun dong."
Mawar bukannya mau mengganggu tidur Awan, tapi mereka memang sedang ada janji dengan Pak Rudi untuk ke air terjun pagi ini. Beberapa saat yang lalu pintu depan diketuk, pasti itu Pak Rudi yang datang untuk menjemput. Karena itu lah Mawar tidak enak kalau sampai pria paruh baya itu menunggu terlalu lama.
"Mas Awan," coba Mawar lagi, kali ini sambil mengelus pria itu lalu memukulnya pelan beberapa kali.
"Mas, bangun, nanti kita telat ke air terjunnya."
"Hmm?"
Sepertinya usaha Mawar kali ini berhasil. Awan mengubah posisi tidurnya jadi telentang, tapi kedua matanya masih tertutup.
"Jangan tidur lagi, Mas," pinta Mawar saat melihat Awan ternyata hanya berganti posisi seperti tak niat membuka mata.
"Iya," parau Awan. Singkat, padat, dan tanpa babibu malah kembali menyambar perut Mawar dengan banyak kecupan.
"Geli, Mas!" Mawar sedikit meronta mendapati serbuan hampir di setiap area perutnya.
Awan tak mengindahkan perlawanan istrinya, Ia justru tambah senang mendengar tawa lepas Mawar yang kegelian mendapati perlakuannya.
"Stop, Mas."
"Orang aku lagi ngajak main calon baby-ku di dalam sini, kenapa kamu yang protes."
Mawar menampar pelan pipi suaminya. Calon baby yang dimaksud Awan tadi harusnya masih seukuran biji kacang pagi ini.
"Mandi sana, Mas! Kita ada janji sama Pak Rudi pagi ini."
"Jam berapa janjiannya?"
"Kita udah telat sekitar setengah jam sih, Mas."
"Wah, sorry ya aku beneran capek banget,"
"Bilang maafnya ke Pak Rudi aja nanti, Mas, kasihan dia pasti udah nunggu."
"Iya. Aku mandi duluan ya."
"Buruan!"
Bukannya segera beranjak ke kamar mandi, Awan malah kembali mendekatkan wajahnya ke bagian tubuh Mawar yang sepertinya ke depan juga akan menjadi candu selain bibir manisnya. Pria itu mencium lagi perut Mawar yang masih rata. Kali ini awan menahan kecupannya lebih lama dan penuh perasaan.
"Kamu sehat-sehat di perut Mama, ya. Papa gak sabar ketemu kamu."
Bisikan Awan begitu lirih tapi Mawar masih bisa dengan jelas mendengarnya. Senyumnya terukir mendengar ucapan penuh perasaan yang keluar dari bibir prianya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...