MAWAR AZHARA
Awan mengantarku lagi ke rumah hampir jam sepuluh malam. Abah sudah menunggu kami ternyata. Rendra yang memang belum tidur langsung menghambur ke gendongan kakeknya. Seperti biasa, Rendra suka sekali menceritakan apa yang baru saja terjadi. Rendra dengan bahagianya menceritakan tentang sosok opa yang tadi dia temui, juga tante dan om barunya. Bagus lah Rendra masih terlalu kecil untuk bisa merasakan ketegangan yang kurasakan selama ada di rumah Awan tadi. Rendra sama sekali tidak bercerita tentang Tante Salma yang sepanjang malam hanya berekspresi datar dan tak menyapanya sama sekali.
"Bah, Awan mau ngajak Mawar keluar sebentar boleh?"
Aku tentu langsung menoleh. Awan belum bilang kalau masih mau keluar malam ini. Padahal tadi aku sudah membayangkan untuk tidur saja sepulang dari rumahnya.
"Mau kemana?" tanya Abah yang masih menggendong Rendra.
Awan malah mendekatkan dirinya dengan Abah lalu membisikkan sesuatu yang membuat Abah kaget. Abah memandangku sambil tersenyum. Entah apa yang Awan bisikkan.
"Hati-hati, ya!"
"Pasti, Bah. Ayo, Maw!"
Dan entah kenapa aku langsung menurut saja tanpa tau tujuan kami setelah ini.
"Rendra ikut, Pa!"
Mendengar itu aku dan Awan berhenti.
"Rendra sama kakek dulu, ya?" bujuk Abah kemudian.
"Tapi Rendra mau ikut."
Awan menghampiri bocah itu dan membungkuk agar sejajar.
"Papa mau nangkep beruang dulu. Nanti Papa bawain oleh-oleh, ya? Rendra di rumah sama kakek, ya?"
"Ya udah deh."
Setelah adegan pamitan dengan Rendra itu, kami langsung berangkat tanpa Awan memberitahu apapun. Yang jelas mobilnya berjalan cenderung ke arah selatan. Sepanjang jalan itu Awan juga sama sekali tidak bicara. Tapi kondisinya sudah beda dengan saat berangkat ke rumahnya tadi. Kali ini Awan lebih santai, tidak tegang seperti tadi.
Awan baru memelankan laju mobilnya saat memasuki sebuah kawasan perumahan yang sudah sepi karena memang sudah larut malam. Tadi Awan sempat menyapa satpam di depan, mungkin Awan sudah sering kesini karena satpamnya tadi seperti mengenalnya. Entah siapa yang ingin Awan kunjungi setelah ini. Yang jelas, pasti sosok ini kaya banget. Terlihat dari rumah-rumah yang kami lewati sejauh ini kebanyakan adalah rumah yang begitu megah. Memang dari depan tadi sudah kelihatan kalau kami memasuki perumahan yang terkenal cukup elit.
Mobil Awan benar-benar berhenti di depan gerbang rumah yang sama megahnya dengan rumah-rumah lain di sekitarnya. Bedanya lampu di rumah ini sedikit lebih temaram. Mungkin penghuninya tidak suka suasana terlalu terang kali ya.
Awan lalu turun dari mobil dan berlari kecil ke arah gerbang. Dia tampak melakukan sesuatu disana. Setelah itu dia mendorong gerbang itu kesamping sehingga membuka ruang yang cukup untuk sebuah mobil.
Eh, sebentar. Kenapa Awan membuka gerbang sendiri seenaknya?
"Ini rumah siapa, Wan?" tanyaku begitu Awan sudah kembali masuk mobil. Dia hanya tersenyum tapi tak menjawab pertanyaanku. Dia melajukan mobilnya lagi dan langsung berbelok melewati gerbang yang sudah dia buka tadi.
Awan kali ini mematikan mesin mobilnya. Sehingga aku ikut keluar saat Awan keluar. Dia sama sekali tidak menghiraukanku. Dia sibuk menuju gerbang dan menutupnya. Setelah itu dia mengajakku berjalan ke arah teras dan lanjut berdiri di depan pintu utama. Awan menggapai saklar dan menghidupkan lampu-lampu yang ada di halaman. Pantas saja dari tadi agak gelap, ternyata emang lampunya mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...