55. Batasan

327 60 27
                                    

Lagu paling cocok sama perasaannya Mawar?
Mati-matian dari Mahalini kayaknya udah yang paling pas.


HAPPY READING

"Ibu gak minta kamu buat secepatnya maafin anak ibu, tapi Ibu minta Mawar yang kuat ya, sayang," tenang Ibu pada menantu yang sudah lama disayangnya bagai anaknya sendiri.

Pertemuan mereka dulu tak bisa dibilang baik. Ibu memang sangat ragu dan tak suka saat putranya datang mengenalkan Mawar sebagai wanita pilihannya. Tapi tak perlu waktu lama untuk sang menantu meluluhkan hatinya. Mawar begitu baik sebagai seorang istri sekaligus menantu. Ibu bisa merasakan sebarapa tulus Mawar pada Awan. Semua itu membuat keraguan dan rasa tak suka yang dulu Ibu rasakan sekarang berubah menjadi perasaan sayang yang mendalam. 

"Kenapa Mas Awan jahat, Bu? Kenapa dia gak mikirin perasaan Mawar?"

Ibu mengusap punggung rapuh menantunya. Perasaan bersalah juga membebaninya. Ibu tak pernah tau permasalahan apa saja yang sudah dilalui Mawar sejak pernikahannya. Tapi dari berbagai lontaran kekecewaan Mawar tadi, Ibu bisa mulai menebaknya. Ini bukan pertama kalinya Awan menyakiti istrinya.

"Salah Ibu, sayang. Ibu mungkin dulu kurang menasehati Awan. Maafin Ibu, ya?"

"Bu..." Mawar sedikit menarik badannya dan mendongak memandang Ibu yang kali ini memaksa menunjukkan senyum. Dibelainya rambut Mawar tanpa sedikitpun mengurangi senyumnya.

"Keluarin semuanya, nak, menangis gak ada salahnya."

Mawar kembali memeluk Ibu. Benar kata Melati, Mawar beruntung dikelilingi orang seperti ayah dan ibu mertua yang sangat peduli padanya. Tapi bagaimanapun perlakuan mereka sama sekali tak mengobati sakit hati yang Mawar rasakan karena perbuatan anak mereka. 

"Kalau Mawar gak kuat gimana, Bu?"

"Maksud kamu apa, nak?"

"Maaf kalau Mawar menutupi ini dari Ibu, sebenarnya dari awal menikah, kami pernah sepakat untuk berpisah kalau sudah waktunya."

"Mawar, kamu ini ngomong apa?"

"Dari awal hubungan kami udah gak baik-baik saja, Bu."

Ibu mempererat dekapannya. Merasa bersalah atas semua perlakuan putranya pada wanita setulus Mawar.

"Mawar pengen cerita, Bu."

"Ceritakan, sayang. Cerita lah sama Ibu."

"Ibu jangan marah ya, Bu, Mawar gak bermaksud menjelek-jelekkan Mas Awan. Mawar mau cerita ini karena sudah gak tau lagi harus cerita ke siapa. Kalau Mawar cerita ke Umma atau Abah, sudah pasti mereka akan belain Mawar. Lain kalau ke Ibu, sebagai orang tuanya Mas Awan, Ibu pasti lebih bisa menilai dari dua sisi. Mawar butuh pendapat Ibu untuk kedepannya, apa Mawar masih harus bertahan atau menyerah saja. Karena sakit, Bu. Sudah beberapa kali Mas Awan bikin Mawar pulang ke rumah Abah karena kecewa. Bodohnya Mawar selalu luluh waktu Mas Awan datang dan memohon maaf, dan mudah sekali Mawar memaafkan Mas Awan atas dasar cinta yang mungkin Mawar jalani sendirian. Mawar sudah lama ada rasa cinta sama Mas Awan, Bu, bahkan jauh sebelum kami menikah. Tapi apa gunanya cinta kalau Mawar terus-terusan dibuat sakit hati seperti ini?"

"Maafkan anak ibu ya, sayang," tulus Ibu sebelum mengecup pucuk kepala menantu kesayangannya. Ibu kemudian mendongak, membendung air matanya agar tak jatuh. Ibu tak bisa membayangkan seberapa hancur hati Mawar malam ini. Baru juga kemarin mereka pulang berbulan madu. Ibu masih bisa mengingat saat tadi Mawar masuk rumah dengan begitu bahagianya, seakan Awan sudah mewujudkan segala impiannya. Sayang senyum manis menantunya tak bertahan lama.

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang