AWAN MAHENDRA
"Permisi, Wan."
Gue ambil selangkah ke samping, tapi setelah itu mengekor lagi di belakang Mawar yang lagi bawa setumpuk piring ke meja makan. Tadinya gue pikir setelah itu dia mau duduk, ternyata malah balik lagi ke arah dapur. Jadi gue ikutin lagi lah Mawar yang ternyata mau mengambil sop yang baru dimasak Bi Dul. Gue sebenarnya ngerasa kalau sejak tadi wanita paruh baya itu mengikuti pergerakan gue. Tapi setiap gue tatap balik, beliau langsung buang muka dan pura-pura sibuk dengan kegiatan yang lain.
Seperti tadi, Mawar balik badan untuk membawa mangkok kaca berisi sop berbagai sayuran. Bedanya sekarang Mawar mengerutkan keningnya saat melihat gue menghalangi jalan, "kamu kenapa sih, Wan? Gak bisa apa duduk anteng aja tunggu semuanya siap."
"Kan tadi aku udah bilang, aku mau bantu. Kasih lah aku kerjaan."
Memang sejak bergabung di dapur tadi gue sudah bilang kalau ingin membantu Mawar dan Bi Dul menyiapkan sarapan. Tapi gue malah dianggurin. Duduk di meja makan kan membosankan banget, mana tahan gue duduk lama-lama. Jadilah kayak tadi. Gue ngikutin setiap pergerakan Mawar. Biar gak bosen.
"Ya udah, nih bawain!"
Gue menerima mangkok itu dengan penuh senyum kemudian membawanya ke meja makan. Baru setelah itu kembali lagi untuk meminta pekerjaan lain. Begitu terus sampai akhirnya semua masakan dan perlengkapan untuk sarapan berpindah ke meja makan.
"Rendra udah makan belum ya, Wan?" celetuk Mawar di sela-sela kegiatan sarapan kami.
"Harusnya udah. Atau kalaupun belum, harusnya sebentar lagi. Kamu gak usah khawatir, pasti Kanaya sama Saka perlakuin dia dengan baik."
Mawar manggut-manggut lalu lanjut menyantap sarapannya.
"Nanti kita jemput Rendra dulu ya, Wan."
"Iya."
Ponsel gue berbunyi tepat setelah itu. Saka yang nelfon. Kalau bukan karena lagi titip anak, udah gue tolak tuh panggilannya. Ganggu aja gue lagi sarapan sama Mawar.
"Kenapa?" tanya gue malas.
"Lo masih di rumah kan, Wan?"
"Masih. Kenapa?"
"Oh. Kirain gue udah berangkat. Mawar mana?"
"Ngapain lo nyari istri gue?"
Mawar yang mendengar omongan gue barusan jadi ikut menoleh, "siapa, Wan?" tanyanya lirih.
"Saka."
"Oh..."
"Eh, Wan, tanyain Mawar dong, boleh nggak besok Rendra bolos dulu sekolah?"
"Lo jangan ngasih pengaruh buruh ke anak gue ya, Sak!" sentak gue saat itu juga. Ya kali, baru sehari gue nitipin Rendra disana, udah mau diajarin bolos.
"Ngaca lo, Wan! Yang waktu SMA sering bolos itu anda, Pak!"
Oh iya juga, ya? Saka ini malah masuk kategori anak baik-baik dulu. Ketahuan nyontek pas ujian aja gak pernah. Tapi kenapa sekarang malah mau ngajak Rendra bolos.
"Langsung omongin aja kenapa sih, Mas? Kalian itu kalau sehari aja gak berantem gak akan kiamat kok dunia." Suara Kanaya terdengar di seberang. Pasti lagi ngomelin Saka tuh. Buktinya Saka langsung kicep tanpa suara di seberang. Mampus!
"Halo? Lo masih bernyawa kan, Sak?"
"Cih. Jadi gini, Wan, besok Raka ulang tahun. Rendra mau gue ajak ke Malang biar tambah rame. Boleh, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...