MAWAR AZHARA
Beda dengan Awan yang batal ambil cuti, aku melanjutkan cutiku sesuai dengan yang sudah kuajukan. Akhirnya setiap pagi aku memiliki kesempatan untuk menemani Rendra berangkat sekolah. Tidak perlu ditanya lah ya apakah Awan akhirnya mengantar Rendra, sikapnya masih sama setiap pagi. Sore hari saat Awan pulang juga selalu sama, dia langsung masuk ke kamarnya. Aku yang akhirnya harus selalu berusaha menenangkan Rendra yang tiba-tiba menangis karena merasa dijauhi oleh Awan. Rendra selalu merasa kalau dia punya salah yang membuat Awan bersikap seperti sekarang.
Pagi ini, aku memutuskan untuk menunggui Rendra sampai pulang. Toh di rumah aku tidak ada kerjaan. Daripada kesepian, lebih baik aku di sekolah, ada ibu-ibu yang juga menemani anak-anak mereka.
"Ibunya Narendra?" sapa seorang laki-laki seumuranku yang mengenakan setelan yang sama dengan guru-guru di sekolah ini. Ibu-ibu yang duduk bersamaku akhirnya juga ikut menoleh.
"Kenapa, Pak?"
"Saya Kevin," laki-laki itu mengulurkan tangannya.
"Mawar."
"Boleh bicara sebentar?"
"Masalah apa ya, Pak?"
"Cuma ngobrol tentang perkembangan Narendra saja. Orang tua yang lain juga sudah pernah. Tinggal orang tuanya Narendra yang belum, soalnya saya belum pernah ketemu."
Setelah mengiyakan ajakannya, aku mengikuti laki-laki itu ke ruang guru. Jadi benar ya ternyata dia guru disini. Kalau nggak salah, Rendra pernah bercerita tentang satu-satunya guru laki-laki di sekolahnya, mungkin maksudnya ya Pak Kevin ini.
"Saya kagum loh sama Narendra, Bu. Saat teman-temannya rutin ditunggui orang tuanya setiap hari, dia bisa dibilang mandiri anaknya," puji Pak Kevin.
"Saya kerja, Pak. Gak ada yang bisa nunggu dia seharian."
Pak Kevin mengangguk paham, "maaf, kalau ayahnya kemana?"
Baru juga permulaan. Langsung aku dapat pertanyaan yang entah kenapa malah membuat pikiranku tertujunya ke Awan.
Tapi sudah cukup, sebelumnya aku berbohong ke Awan dan hasilnya malah menjadi masalah seperti hari ini. Aku tidak boleh mengulang kesalahan yang sama.
"Sebenarnya Rendra itu anak adik kembar saya, Pak. Ibunya sudah lama sakit, ayahnya sedang ada masalah," terangku.
Pak Kevin nampak sedikit kaget, "Narendra tau masalah ini, Bu?"
"Belum, Pak. Saya gak sanggup kasih tau dia sekarang."
"Saya paham. Tunggu sekiranya Narendra lebih siap dulu."
Hening.
Aku sama sekali tidak ingin meneruskan pembicaraan tentang masalah ini. Bukan hanya Rendra yang belum siap, aku juga tidak tau kapan akan siap memberitahunya.
"Oh iya, masalah sikap Narendra," ujar Pak Kevin tiba-tiba memecah keheningan, "saya lihat dia anaknya aktif sekali. Narendra ini anaknya juga percaya diri dan berani tampil di depan teman-temannya."
Senyumku terukir mendengar Rendra lagi-lagi dipuji oleh gurunya.
"Tapi akhir-akhir ini dia agak berubah."
Keningku mengernyit mendengarnya, "berubah bagaimana, Pak?"
"Dua atau tiga hari terakhir saya lihat Narendra sering diam di kelas. Dia tidak seaktif sebelumnya. Waktu istirahat dia juga jarang kelihatan bermain bersama temannya. Maaf, apa sedang ada masalah di rumah?"
Tebakanku langsung tertuju pada satu masalah yang paling mungkin membuat Rendra jadi berubah seperti yang dibicarakan Pak Kevin sekarang. Pasti dia masih memikirkan alasan Awan menjaga jarak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...