22. Senyum

821 40 21
                                    

Hari ini Awan sengaja ambil cuti dadakan untuk menjalankan rencana yang sudah dipikirkannya semalaman. Agak siangan Ia akan mengunjungi sekolah Rendra, mungkin sekitar jam sepuluh. DI jam itu harusnya Rendra sudah waktunya pulang dan Mawar akan datang menjemput. Rencananya nanti Awan akan muncul di depan mereka, mengajak Mawar pulang, selesai. Kedengarannya gampang sekali.

Dan disanalah Awan sekarang. Di tengah gerbang sekolah Rendra. Berdiri mematung saat banyak anak berlarian melewatinya. Ia urung masuk karena sebuah pemandangan yang entah kenapa sangat mengganggunya. Jauh di depan sana, Mawar sedang asik berbincang dengan Kevin. Rendra juga ada disana. Bocah itu sedang berdiri di samping bundanya sambil tak lepas memandang pria yang tak lain adalah gurunya.

Agak lama Awan mematung di titik yang sama. Sampai akhirnya Mawar sempat menengok ke arahnya dan tatapan mereka bertemu. Tatapan mata itu membuyarkan lamunan Awan, membuatnya memutuskan untuk berjalan mendekati tiga orang yang masih di lorong depan kelas itu.

"Eh, Wan, apa kabar?" sapa Kevin saat Awan sudah berjalan cukup ke arahnya.

"As you can see, I'm good," balas Awan pada sapaan Kevin, tapi tatapannya tertuju ke istrinya. Awan kemudian berjongkok di depan bocah yang sejak tadi tak beralih dari memandangnya, "Rendra mau pulang sama Papa?"

Tak menjawab pertanyaan itu, Rendra beralih mendongak meminta kode dengan menatap mata bundanya.

"Aku sama Rendra mau ke bakery, Wan," ujar Mawar.

Awan kembali bangkit, berdiri di depan istrinya, "boleh. Kita bisa kesana bareng."

"Gak perlu repot-repot, Wan. Kami berangkat bareng Kevin. Kebetulan dia sambil mau ambil pesanannya yang kemaren."

"Oh."

Raut wajah Awan berubah mendengar penolakan istrinya. Tidak bisa disembunyikan lagi kalau Awan tidak menyukai penolakan itu. Tatapan yang berbeda kini ditujukannya menghadap pria yang sejak tadi hanya tersenyum tipis.

"Suaminya sudah disini, lo pulang aja," ujar Awan tanpa mengalihkan tatapannya, "pesanan lo nanti gue kirim pakai mobil box. Gue gratisin ongkirnya kalau perlu." 

"Wan, Kevin udah sewa mobil buat ambil pesanannya. Kamu gak bisa dong asal nyuruh dia pulang gitu aja."

"Ya udah, Maw. Kamu duluan aja sama Awan. Nanti aku nyusul aja kesananya."

Kevin cukup tahu diri posisinya disana. Meskipun memang ada sedikit perasaan dalam hatinya untuk Mawar, tapi laki-laki di depannya ini adalah suami sahnya. Separah apapun masalah yang sedang dihadapi dua orang itu, Kevin tidak akan mengambil kesempatan itu sekarang. Namun tentu saja, kalau akhirnya Mawar lepas dari suaminya, Kevin sudah mantap untuk langsung maju merebut hati wanita itu. Wanita seperti Mawar sudah jarang sekali Ia temui di sekitarnya. Pekerja keras, sabar, ibu yang baik, tutur kata dan sikapnya sopan, ditambah paras cantiknya yang jujur sudah menarik perhatiannya sejak awal pertemuan mereka. 

Kevin sendiri bisa menebak kalau Mawar sedang ada masalah dengan suaminya karena beberapa kali wanita itu selalu mengalihkan topik saat Kevin menanyakan kabar Awan. Mawar sering memilih tidak menjawab saat ditanya apapun yang menyangkut dengan suaminya. Raut mukanya bahkan selalu berubah saat itu, seakan Ia memang tidak nyaman dengan pembicaraan tentang Awan. 

Sampai sekarang Kevin dibuat heran dengan Awan, kurang beruntung apa pria itu mendapatkan Mawar?

"Gitu ya, sekarang sama Kevin ngomongnya pakai aku-kamu," protes Awan begitu mobilnya sudah menyentuh aspal jalanan. 

Mawar yang diprotes seperti itu tentu malah mengerutkan keningnya, "Wan, aku dari dulu sama siapapun juga ngomongnya pakai aku-kamu. Kevin juga sama. Kamu aja yang ngomongnya beda sendiri."

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang