15. Heartless

423 38 21
                                    

MAWAR AZHARA

Ini hari pertama aku kembali masuk kerja setelah sekian lama cuti. Baru masuk saja tadi aku sudah disambut candaan rekan-rekan yang menyoraki status baruku sebagai istri orang. Apalagi ibu-ibu yang diketuai Bu Lana. Habis-habisan mereka menanyaiku segala hal yang kulakukan bersama Awan selama beberapa hari pertama pernikahan kami. Aku hanya bisa balas dengan tersenyum. Mau dijawab apa? Tidak ada hal menarik yang terjadi akhir-akhir ini.

Seperti sebelum aku menikah dulu, aku berangkat kerja sekalian mengantar Rendra. Pulangnya biasanya Umma yang akan menjemput. Aku sudah berpesan ke Rendra untuk bilang kalau tadi berangkatnya kami diantar Awan. Aku tau kalau salah sudah mengajari Rendra berbohong, tapi aku benar-benar tidak mau keluargaku tau hubunganku dengan Awan masih belum juga membaik.

Aku percaya bisa memperbaiki hubungan kami.

"Mbak! Mbak Mawar dipanggil HRD," kata Pak Anton dari belakang bangkuku.

"Kenapa ya, Pak?"

"Gak tau, Mbak. Coba temui dulu saja."

Bertahun-tahun aku bekerja disini, kayaknya baru kali ini aku ada urusan sampai harus dipanggil HRD. Aku sama sekali tidak tau masalah apa yang sudah kuperbuat sampai dipanggil khusus seperti ini. Sementara aku hanya bisa berpikir kalau ini mungkin karena aku baru saja ambil cuti yang cukup panjang. Walau sebenarnya itu sama sekali tidak bertentangan dengan kebijakan apapun disini.

"Permisi, Bu, saya Mawar, katanya saya dipanggil HRD," sapaku pada seorang wanita yang duduk di bangku paling dekat dengan pintu kantor HRD.

"Mawar Azhara, ya? Langsung ke ruangan Division Head saja, Mbak. Sudah ditunggu." Wanita itu menunjuk ruangan lain yang ada di ujung. Ada tulisan Division Head di pintunya. Seserius itu kah masalahku sampai harus menemui Kepala Divisi segala.

Setelah mengetuknya tiga kali, aku perlahan mendorong pintu itu dan mengintip ke dalam ruangan.

"Silahkan masuk, Maw!"

"Icha?"

Kedua mataku membelalak saat melihat Affisya duduk di bangku kerja dengan setelan formalnya. Dia dengan baju serapih ini saja masih kelihatan aura cantiknya. 

"Jangan bilang kamu gak tau aku Kepala Divisi Personalia disini, Maw."

"Maaf, pergaulanku kurang luas kayaknya."

Affisya terkekeh mendengar alasanku.

"Silahkan duduk dulu, Mawar."

Aku menurut dan duduk di office chair yang ada di depan mejanya. Sementara itu, Affisya tampak mengambil setumpuk berkas yang tertata rapi di dalam sebuah map bening. Sepertinya itu salinan berkas-berkas pribadiku yang dulu kukumpulkan di awal tanda tangan kontrak.

Affisya meletakkan map itu di tas meja dan mengeluarkan berkas-berkas yang memang benar milikku ternyata. Dia lalu mencari sesuatu disana dan berhenti pada beberapa lembar kertas dengan tanda tanganku di setiap halamannya. Kontrak kerjaku.

"Ini kenapa ya, Cha?" tanyaku penasaran, aku mulai khawatir karena Affisya sampai mengeluarkan surat kontrakku.

Affisya menyodorkan kertas itu ke depanku sambil tersenyum, "kamu udah tau kan konsekuensinya kalau menikah sesama karyawan, Mawar?"

Aku menengok ke titik yang Affisya tunjuk dengan telunjuknya. Seketika badanku lemas saat membaca pasal yang bisa-bisanya aku lupakan itu.

"Harusnya kamu udah tau kalau dulu kontrak ini bener-bener kamu baca." 

Bodoh sekali aku sampai lupa dengan peraturan kalau sesama karyawan perusahaan ini tidak diizinkan menikah. Sanksinya adalah pemberhentian kerja antara suami atau istrinya.

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang