Happy Reading!
MAWAR AZHARA
Melati memang adik kembarku sekaligus satu-satunya keluarga sedarah yang kukenal di dunia ini, tapi kalau urusan membuatku kesal dia juga di peringkat paling atas. Seperti pagi ini, padahal sudah janji mau bareng mengembalikan semua buku ke perpustakaan eh dia malah bilang gak enak badan. Mana beneran hangat juga keningnya kalau dirasa. Akhirnya ya aku sendirian ke sekolah. Padahal hari ini juga akan sekaligus menjadi hari terakhir kami di sekolah ini. Semua administrasi sudah diurus Abah dari minggu lalu. Kami juga sudah siap untuk masuk ke sekolah baru hari senin lusa.
Aku juga sebenarnya sudah tidak perlu mengikuti kegiatan belajar hari ini. Sejak bel masuk pagi tadi, aku langsung diajak Bu Aini, Wali Kelasku, ke ruang guru. Sampai hampir istirahat pertama kami hanya mengobrol. Saat istirahat, aku langsung ke perpustakaan untuk menyerahkan bukuku dan buku titipan Melati. Sekalian saja mengembalikan kartu pelajar kami ke ruang Tata Usaha. Selesai semua urusan itu aku langsung ke kantin mencari teman-temanku yang setelah hari ini akan kutinggalkan.
Tepat saat berbunyi bel yang menjadi penanda berakhirnya jam istirahat, aku kembali ke ruang guru sesuai permintaan Bu Aini tadi. Beliau sudah menungguku di mejanya. Wajahnya seperti menahan sekali agar tidak menitikkan air mata. Aku yang gak bisa nahan! Aku langsung menangis saat memeluk tubuh Bu Aini yang tingginya hampir sama denganku. Hampir setahun ini dia sudah berhasil menjadi Wali Kelas sekaligus tempat curhatku kalau ada kesulitan.
"Kita ke kelas ya? Pamitan sama temen-temen kamu!" kata Bu Aini sebelum kami akhirnya berpelukan lagi. Guru-guru lain yang ada di ruangan itu akhirnya ikut menghampiri kami dan bergantian menyalamiku setelah adegan pelukan dengan Bu Aini.
Setelah adegan haru di ruang guru, aku siap dengan teman-teman sekelasku. Bu Aini sekarang tengah menggandengku melalui koridor yang sepi karena memang sedang jam pelajaran. Kelasku tinggal beberapa langkah lagi dan aku tiba-tiba menangis sendiri. Bu Aini dengan sigap mengusap bahuku untuk menenangkan. Melati ngeselin banget sakitnya gak tahu waktu! Harusnya dia disini sekarang biar kami bisa berbagi sedih.
"Permisi, Pak. Boleh minta waktunya?" izin Bu Aini pada Pak Wira yang sedang mengajar Bahasa Jawa di kelasku.
"Monggo, Bu!"
Mendapat lampu hijau dari Pak Wira, Bu Aini menuntunku ke depan kelas. Dari sini aku bisa melihat wajah orang-orang yang hampir setahun ini belajar denganku. Macam-macam ekspresi mereka membuat perasaanku tak karuan. Tambah sedih rasanya. Ingin cepat pulang saja kalau memang kepindahanku tidak bisa dibatalkan.
"Kalian mungkin sudah tau, Mawar dan Melati mulai senin sudah tidak sekolah disini lagi. Tapi saya harap kalian cuma pisah sekolah, kalian di luar sana harus tetap berteman ya! Kalau ketemu masih harus saling sapa, jangan mentang-mentang beda sekolah kalian nanti pura-pura lupa nama. Janji ya semuanya?"
Tak ada yang menjawab, tapi mereka semua mengangguk. Aku juga. Mana mungkin aku melupakan mereka.
"Mawar ada yang mau disampaikan?"
Aku mengangguk, "maaf kalau selama disini baik aku atau Melati ada kesalahan. Terima kasih juga kalian sudah jadi teman-teman pertama kami di dunia SMA. Semangat ya terus ya. Jangan lupakan kami.."
"Kalian maju satu-satu ya, kasih salam terbaik ke Mawar!"
Setelah itu mereka benar-benar maju sesuai yang ditunjuk Bu Aini. Masing-masing mengucapkan beberapa kalimat yang entah berapa lama mereka berpikirnya.
"Mawar, semangat belajarnya ya di sekolah baru. Jangan pacaran dulu!"
"Mawar, maaf ya kalau aku ada salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...