41. Keputusan

367 46 20
                                    

Awan duduk di salah satu kursi sejak tiba sekitar satu jam yang lalu. Di meja yang lain terlihat Mawar dan Melati yang sedang bercanda dengan Rendra. 

Dua minggu terakhir Melati memang selalu mendapatkan haknya untuk bertemu dengan Rendra. Hampir setiap hari Awan dan Mawar akan membawa anak itu ke rumah Abah. Terkadang juga Melati lah yang menghampirinya baik di toko atau di rumah. Seiring waktu, Rendra jadi begitu dekat dengan Melati. Mereka seakan tak bisa lepas kalau sudah bertemu. 

Selama duduk di sana, Awan hanya sesekali menyesap teh yang memang istrinya siapkan. Keadaan toko sudah lumayan sepi malam ini. Hanya ada beberapa pengunjung sejak Awan duduk disana.

"Gimana rasanya punya istri kembar gitu, Mas?" 

Awan menoleh ke arah suara. Andra sudah berdiri di samping meja. Salah satu karyawan bagian kitchen itu sekarang sudah berpakaian bebas dan bersih, sepertinya sudah bersiap untuk pulang. 

"Maksudnya gimana?"

"Ya penasaran aja, apa emang semuanya sama?"

"Sebentar. Sama maksudnya dalam hal apa?"

Awan benar-benar tak paham dengan maksud sebenarnya dari pertanyaan Andra. Malah pertanyaan cowok itu terdengar aneh sekali. Apalagi kalau mengingat mereka berdua sebenarnya tidak terlalu akrab. Jadi pertanyaan itu kesannya malah tidak sopan.

Andra yang belum sadar kalau Awan mulai menatapnya tajam malah duduk di kursi lain di depan pria itu. Pikiran usilnya masih penasaran. Andra bisa dibilang masih muda, usianya saat ini masih 23 tahun. Rasa ingin tahunya masih menggebu-gebu. Apalagi sosok Awan dilihatnya selama ini cukup asik kalau diajak ngobrol. Makanya Andra tak terlalu sungkan untuk bertanya. Sayangnya pertanyaannya termasuk sensitif. Apalagi untuk Awan.

"Ya itu loh, Mas. Maksudnya apa yang sama cuma mukanya? Atau sampai dalam-dalamnya juga sama? Sampai rasanya juga?" tanya Andra lalu terkekeh sendiri sampai akhirnya Ia melihat raut muka lawan bicaranya yang semakin berubah.

"Brengsek! Lo sadar tadi ngomong apa?" maki Awan yang tiba-tiba berdiri. Kursi yang tadi didudukinya sampai terdorong keras ke belakang. 

Andra tak mengira akan mendapat respon seperti itu. Ia sampai nyaris terjatuh dari duduknya akibat tersentak kaget oleh makian Awan sambil menunjuk-nunjuk wajahnya. 

Mawar dan Melati segera menghampiri mereka. Beberapa karyawan lain yang tadi masih sibuk dengan tugas mereka juga datang karena penasaran akan apa yang sudah terjadi.

"Mas, udah ya," tenang Mawar sambil menarik lengan suaminya menjauh. "Andra ngapain emang? Kenapa kamu sampai marah-marah gini?"

"Akhhh!" Awan berteriak sebelum akhirnya duduk di kursi lain.

Mawar menggeser kursi ke samping suaminya untuk menenangkan. Dielusnya punggung Awan yang masih tegang. Pasti ada sesuatu yang begitu mengganggunya. Meskipun terkadang bersifat kasar, tidak mungkin Awan begitu saja memaki orang lain yang bahkan tidak terlalu dekat dengannya.

"Andra tadi bilang apa?" lirih Mawar. 

Awan masih saja menatap tajam ke arah Andra. Pertanyaan orang itu masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Di meja yang tadi, Andra juga sudah dikerumuni rekan-rekannya. Ia diinterogasi oleh semua orang. Semuanya sangat ingin tahu tentang apa yang membuat Awan semarah itu. Andra yang terus didesak akhirnya menceritakan semuanya, membuat tidak ada yang heran kalau Awan sampai memaki Andra. Pertanyaannya tadi memang agak kurang ajar untuk ditanyakan.

Semua orang dalam kerumunan itu tak berhenti menceramahi Andra. Tak ada yang membenarkan Andra bisa seenaknya menanyakan hal tadi. 

"Maafin temen kita ya, Mbak," tulus Disti pada Melati yang juga ada di kerumunan.

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang