HAPPY READING
"Aku gak pernah baik-baik saja sejak kamu pergi, Mawar," ucap Awan. Sekali lagi Ia maju, berniat merengkuh Mawarnya ke dalam dekapan. Tapi untuk kesekian kalinya sejak malam itu, Mawar kembali menghindar, menolak, bahkan menepis tangannya.
Bingung bercampur kecewa terlihat dari tatapan Awan yang untuk kesekian kalinya menerima penolakan. Bahunya yang melemas membebani tubuhnya hingga lagi-lagi berlutut tak berdaya.
"Bangun, Wan."
Awan menggeleng, tapi kepalanya masih menunduk.
"Aku harus memohon gimana lagi biar kamu mau kembali?"
"Aku dateng kesini bukan untuk lihat kamu kayak gini, Wan."
Mawar mau tak mau mengulurkan tangannya, membuat Awan mendongak dengan tatapannya yang penuh harap.
"Bangun, Wan, jangan terlihat lemah tepat di depan anak kamu."
Ucapan Mawar itu membuat Awan spontan melirik perut istrinya yang sudah semakin jelas membuncit dari terakhir kali dilihatnya. Awan akhirnya menerima uluran tangan itu dan bangkit berdiri dengan tatapan yang masih tertuju pada perut Mawar.
"Boleh aku sentuh dia, Maw?" tanya Awan penuh harap. Sayang belum juga tangannya sampai, Mawar sudah lebih dulu menangkap pergelangannya. Penolakan kesekian kalinya.
"Kamu nyentuh aku, Wan, bukan dia."
"Aku harus gimana, sayang?"
Awan semakin dibuat frustasi. Berbulan-bulan Mawar pergi, menyiksanya dengan kerinduan dan penyesalan. Pikirnya bertemu Mawar pasti akan mengobatinya. Tapi yang dirasakannya malam ini justru lebih menyiksa. Wanita yang dicintanya tepat ada di hadapan, rindunya memang sedikit terobati, tapi ketidak mampuan Awan untuk menyentuhnya justru menimbulkan rasa sesak lainnya.
"Aku kesini gak akan lama, Wan. Aku cuma mau bicara tentang anak kita."
"Seluruh waktuku untuk kamu, Mawar."
"Gak perlu berlebihan, Wan. Kamu bilang semua waktumu untukku, tapi untuk sekedar jujur saja kamu gak ada waktu."
"Maaf."
Hanya itu yang bisa Awan katakan akhirnya. Ia sudah kehabisan kata untuk membela diri. Pada akhirnya memang harus diakuinya, semua ini adalah hasil dari keputusannya sendiri.
"Lupakan, Wan. Aku gak mau buang-buang waktu untuk membahas tentang itu."
"Maaf, sayang," lirih Awan, lirih sekali sampai Mawar hanya bisa membaca dari gerakan bibirnya.
"Boleh aku masuk?"
"Kamu bicara apa, Maw? Ini rumah kamu."
Mawar tersenyum sinis, mengingat Awan terlalu mudah berkata manis tapi gagal total pada prakteknya.
Beberapa langkah Mawar mengekor di belakang Awan, dipikirnya pria itu akan langsung masuk rumah, tapi dugaannya salah. Awan lebih dulu menuju mobilnya yang salah satu pintunya memang sejak tadi dibiarkan terbuka. Separuh badannya masuk ke dalam mobil untuk beberapa saat. Apa yang dilihat Mawar setelah itu membuat bagian terdalam hatinya sedikit tersentuh. Awan dengan begitu sayang menggendong Rendra di depan dadanya. Sambil melangkah pelan menuju pintu utama, dikecupnya kening basah bocah itu. Mawar sempat melihat mata kecil itu membuka untuk sekilas, tapi mungkin kantuknya menang sehingga dengan cepat terlelap lagi dengan meninggalkan senyum di bibir mungilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...