11. (Seharusnya) Hari Bahagia

674 58 20
                                    

Izin per Bab ini aku bikin beberapa dialog pakai dialeg Surabaya ya biar lebih kerasa. Tapi nggak semuanya, cuma aku ganti beberapa kata aja buat menunjukkan si tokohnya ini pakai bahasa apa. Soalnya jujur terlalu halus bikin Andika-Awan ngomong aku-kamu :"

Jadi... kalau lagi baca di satu dialognya mengandung kata-kata Bahasa Jawa, itu sebenernya si tokoh lagi ngomong Jawa full.

Semoga dimengerti.

Thnkyou!


Happy Reading!


AWAN MAHENDRA

Gak nyangka ya, lusa gue nikah! 

Setelah bertahun-tahun gue cuma bisa diem dan menghindar setiap ada orang yang menyinggung pernikahan, mulai lusa gue gak perlu menghindar lagi. Memang sih pada akhirnya keinginan gue untuk menikahi Melati tidak tercapai, tapi gue sangat yakin Mawar bisa membuat gue lupa dengan masa lalu itu. Sampai detik ini rasanya emang gue belum mencintai Mawar, tapi seperti yang selalu gue bilang, gue akan berusaha. 

Seminggu terakhir, gue dibuat sibuk dengan semua persiapan pernikahan. Akhirnya semua bisa diselesaikan tadi sore. Tinggal tim dekorasi yang menuntaskan semuanya. Gue sendiri malam ini pengennya mau santai dulu. Sebentar lagi gue akan mulai kehidupan sebagai seorang suami, jadi gak salah dong malam ini gue mau menghabiskan waktu dengan Saka dan Kian. Boys night out lah boleh dibilang. Masih layak lah ya kami menyebut diri sendiri boys. Usia 30 tahun masih muda kan? Hehe.

Sejak jam delapan tadi kami keasikan mengobrol di sebuah cafe yang sering kami kunjungi selama setahun terakhir. Biasanya kalau ada event besar liga kesebelasan, cafe ini menyediakan layar jumbo untuk nobar. Tapi sekalipun sedang tidak ada event pun, cafe ini tetap ok sih. Areanya luas, nyaman, jauh dari kebisingan juga jalan raya juga, menunya juga ok banget.

Gak perlu ditanya apa yang menjadi obrolan kami malam ini. Karena memang gak ada topiknya. Apa yang terlintas di otak ya itu yang dibahas. Mulai dari bahas seputar bola sampai penyebab timun berbentuk lonjong pun tak luput dari pembahasan kami. Salah satu yang kami bahas juga tentu adalah status kami masing-masing. Gue mau nikah, Saka udah jadi ayah, tinggal Kian yang belum juga ngasih tanda mau ngajak tunangannya booking tanggal ke KUA. Tahan banget emang dia, padahal gue sama Saka udah mati-matian mem-bully-nya setiap ketemu. Tapi ya emang dasar Kian bocahnya penuh perencanaan, dia selalu bilang belum waktunya karena ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Apalagi calonnya masih belum tamat kuliah di luar negeri. 

Jam sebelas malam, kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Kami berangkat tadi barengan naik mobil Saka, makanya waktu pulang ya kami langsung menuju mobilnya yang memang mencolok sekali karena berwarna putih dengan stiker hitam berukuran jumbo di sisi samping bertuliskan NAY. Alay banget kata gue. Kadang gue takut membayangkan di masa depan gue jadi suami alay macam Saka. 

Anehnya ada seorang pria duduk di kap mobilnya. Gue gak kenal, gue sikut Saka dan Kian juga mereka menggeleng, berarti mereka juga gak kenal.

"Awan?" Pria itu menyapa dengan wajah sengaknya. Nantang gelud sih kalau gini.

"Siapa lo?"

Tak menjawab pertanyaan gue, pria itu berdiri sambil tetap menatap gue tajam. Entah kenapa lah dia ini. Kayaknya ada dendam kesumat gitu kalau dilihat dari tatapannya.

Gak gue sangka, dia malah mengulurkan tangan. Tentu uluran tangan itu gue balas sekalipun dari tadi mukanya pengen ditonjok.

"Andika."

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang