49. Sang Pertama

309 35 17
                                    

Vote dulu vote dulu ;)

Cuma mau pesen satu
keselnya sama Awan di-hold dulu ya.


Happy Reading!

AWAN MAHENDRA

"Sayang, ayo!" panggil gue sekalinya sadar kalau Mawar udah ngilang dan malah melongo beberapa langkah di belakang. Dia sepertinya menatap takjub ke arah ornamen-ornamen yang terpasang di langit-langit sepanjang jalan kami menuju konter untuk drop bagasi.

Sadar gue panggil, Mawar langsung menyusul sambil nyengir. 

"Maaf ya, Mas," katanya, belum berhenti tersenyum. "Ini pertama kalinya aku masuk bandara lho, Mas."

"Oh, ya?"

Mawar ngangguk.

"Waktu kecil dulu, aku pernah ikut Abah nganter tetangga berangkat haji, tapi ya sampai depan aja, Mas. Aku gak pernah masuk sampai kesini."

Dia cerita dengan mata yang berbinar dan senyum yang gak berhenti dia tunjukkan. Untuk hal sesepele ini saja, Mawar kelihatan banget senengnya. 

"Seneng?"

Lagi-lagi Mawar ngangguk.

"Mau gantian aku yang bawa kopernya?" tawarnya. 

"Gak usah."

Sejak tadi emang gue yang bawain koper kami yang cuma satu tapi ditambah satu lagi travel bag, jadi harusnya cukup untuk agenda sepuluh hari kami nanti.

Tanpa perlu mengantri, gue selesaikan administrasi untuk penitipan bagasi. Dari sejak gue nunjukin boarding pass sampai akhirnya koper dan travel bag kami di bawa oleh conveyor, Mawar gak berhenti-berhentinya memperhatikan semuanya.

"Ribet banget ya, Mas, kalau di bus kan tinggal taruh di bagasi samping kalau banyak bawaanya," komentar Mawar, yang pasti juga didenger petugas konter.

Mawar malu-maluin? Nggak, kok. Eh, maksudnya, belum. Tunggu sampai kami tiba di pos pengecekan yang metal detectornya.

Gue lupa kasih Mawar briefing apa aja yang perlu dia lakuin sebelum melewati metal detector. Dia berdiri aja di samping gue yang lagi letakin ransel di keranjang, lalu menaruh ponsel, laptop, dan jam tangan di keranjang lainnya. Tiba saat gue mau lepasin ikat pinggang, Mawar kayaknya spontan melototin gue panik.

"Mau ngapain, Mas?!" 

Mana suaranya gak ada dipelanin lagi, habis lah orang-orang pada nengok ke arah kami.

Iya, disini Mawar malu-maluin. Tapi biarin lah, tetep gue sayang. Ayo lah, coba bandingin sama ibu-ibu rambut hijau stabilo bergaun motif macan tutul yang barusan melewati metal detector dengan anggun dan tanpa kendala. Gue curiga itu si ibu-ibu sebenernya terminator. Dia ketolong aja sama bedaknya yang tebel banget, sampai logam di bawahnya pun gak kedeteksi sensor.

Sebenarnya waktu check in tadi, gue dapet kursi dekat jendela, Mawar di sebelah gue pas. Cuma karena tadi Mawar bilang ini pertama kalinya dia naik pesawat, gue sengaja ngajak dia tukar tempat duduk. Gue pengen Mawar mendapatkan pemandangan terbaik untuk pengalaman pertamanya.

"Mas, ini normal, kan?" tanya Mawar agak panik beberapa saat setelah pesawat take off. Gue lihat muka dia sedikit pucet. Pasti gara-gara goncangan yang sebenarnya tidak begitu berarti, cuma pasti cukup mendebarkan untuk Mawar yang baru pertama kali merasakannya.

"Aman, kamu tenang aja," tenang gue sambil menggenggam tangan kirinya yang kelihatan mencengkram arm rest dengan kuat. "Serahin aja sama pilotnya. Mereka dibayar mahal pasti karena mereka memenuhi kualifikasi untuk menerbangkan pesawat."

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang