31. Semu dan Nyata

806 27 19
                                    

Happy Reading!


"Kakek!" pekik Rendra begitu berlari masuk ke halaman rumah Abah. Anak itu memang sudah buru-buru keluar dari mobil saat tadi sekilas melihat kakeknya sedang duduk di teras rumah.

Saat Awan dan Mawar menyusul, Rendra sudah manja sekali di pangkuan kakeknya. Seperti biasa, ada hal yang ingin Rendra ceritakan. Pasti tentang pengalamannya saat minggu lalu diajak Kanaya ke Malang. Saat baru pulang saja, Rendra menceritakan pengalaman itu tidak cukup saat sarapan saja, sampai malam sebelum tidur pun ada masih saja hal yang Rendra ceritakan dengan antusias. 

Sayangnya begitu jarak mereka sudah dekat, Awan dan Mawar mulai mendengar percakapan Rendra dengan kakeknya. Sepertinya Rendra tidak menceritakan pengalamannya di Malang.

"Emang kalau mau punya adek, Rendra harus jadi anak pemberani dulu ya, Kek?"

Abah tak langsung menjawab pertanyaan polos itu, beliau malah menoleh ke sepasang suami istri yang juga tengah bingung dengan omongan Rendra.

"Rendra sekarang sudah berani lho, Kek!"

"Oh ya?" balas Abah, masih penasaran dengan apa yang sebenarnya akan cucunya ceritakan.

"Iya, Kek! Rendra sekarang sudah berani tidur sendirian. Soalnya kata Papa kalau mau punya adek, Rendra harus be---."

Awan segera membekap mulut polos bocah itu gemas. Hampir saja Rendra mengulang kalimat yang sering Ia ucapkan sebelum mengantar bocah itu tidur di kamarnya.

Giliran Mawar yang mendekat untuk mengalihkan pembicaraan dari kepolosan Rendra. Ia segera menyalami tangan Abah seperti biasa. 

"Abah apa kabar?" 

"Alhamdulillah," balas Abah dengan senyum khasnya. Apalagi beliau sudah mengerti maksud Rendra tadi. Mau dibungkam seperti apapun, Abah bisa dengan mudah menebak apa yang terjadi. Lihat saja sepasang suami istri itu sekarang malah salah tingkah dengan pipi merona. 

Setelah itu Mawar masuk lebih dulu ke rumah, sementara Awan memilih duduk di samping Abah yang masih memangku Rendra. Awan khawatir Rendra akan melanjutkan ceritanya tadi. Jadi tangannya sudah siap kalau saja kepolosan Rendra kumat.

"Mas? Sini deh!" panggil Mawar dari dalam rumah. 

Awan segera bangkit tapi lagi-lagi cemas dengan Rendra. Lihat saja anak itu saat Awan berdiri, senyum usilnya terlalu mengkhawatirkan. Seakan Rendra paham dan malah sengaja ingin menggoda papanya agar tambah kesal.

"Mas!"

Mendengar panggilan yang kesekian kalinya, Awan tambah bimbang. Akhirnya Ia membungkuk di depan Rendra. Diacaknya rambut anak yang masih setia dengan senyum usilnya itu.

"Rendra gak mau ceritain ke Kakek waktu ulang tahun Raka di Malang?" 

Rendra menggeleng, "nggak, Pa. Raka gak asik."

"Ren..."

Abah yang bisa merasakan kecemasan menantunya langsung menepuk pundak pria itu, "samperin istrimu sana. Mau Rendra cerita atau nggak, Abah sudah paham apa yang terjadi. Gak ada yang salah, kalian suami-istri."

"Oh. I-iya, Bah."

Saat Awan mencari Mawar, Ia berpapasan dengan ibu mertuanya yang baru saja keluar dari dapur. Dengan sopan Awan menghampirinya untuk salim.

"Assalamualaikum, Umma," salam Awan sambil mengulurkan tangannya.

"Waalaikumsalam," balas Umma, sekedar menggugurkan kewajiban membalas salam. Tak ada sedikitpun senyum di wajahnya. Setelah itu Umma berjalan begitu saja ke arah kamarnya, meninggalkan menantunya yang masih berdiri di tempat yang sama, dengan uluran tangan yang tak dibalas.

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang