"Yang bener, Mbak! Kok bisa nggak ada?" tanya Mawar dengan meninggikan suaranya.
Awan yang ada di sampingnya segera mengusap lembut punggung tangan wanita itu untuk menenangkan kepanikannya. Bahkan setelah beberapa bulan pernikahannya dengan Mawar, Ia masih belum terbiasa mendengar Mawar seemosi ini. Istrinya itu terlalu penyabar menurut Awan, hanya beberapa kali saja Mawar kelepasan meninggikan suaranya.
Tapi hari ini memang wajar Mawar marah. Baru saja Ia berniat mengunjungi kembarannya, Ia malah mendapati fakta kalau Melati sudah tidak lagi ada disana. Dalam catatan yang ditunjukkan oleh resepsionis, Melati sudah dibawa pulang oleh keluarganya beberapa minggu yang lalu.
"Saya sama keluarga gak ada ngerasa bawa dia pulang!"
"Mbak, emang siapa yang bawa Melati pulang? Kok bisa dibiarin begitu aja tanpa konfirmasi keluarganya."
Wanita di balik meja resepsionis itu dengan tak kalah paniknya membuka sebuah buku berukuran cukup besar. Setelah beberapa kali membaca cepat di setiap halaman yang dibukanya, wanita itu tercekat di salah satu baris.
"Tertulis atas nama suaminya, Pak. Andika!"
"Kurang ajar!"
Lagi-lagi Awan mencoba menenangkan sang istri dengan cara menggenggam tangannya. Mawar mudah sekali meledak-meledak sejak tadi.
"Kita ke rumah Andika, Mas!"
Mawar berjalan lebih dulu saat suaminya masih berdiri di depan resepsionis. Awan baru menyusul setelah lebih dulu mengucapkan terima kasih kepada wanita yang tadi tampak panik karena beberapa kali menghadapi emosi Mawar.
Sepanjang jalan, Mawar tak banyak bicara. Ia hanya sesekali mengarahkan Awan untuk menuju rumah Andika. Sejak kembarannya menikah dengan Andika, sepertinya baru dua kali Ia mengunjungi rumah mereka. Bahkan tanpa masalah besar yang Andika timbulkan sampai masuk penjara, sudah terlalu banyak hal yang membuat Mawar kecewa dengan mereka berdua. Perubahan sifat Melati terlalu sering membuat orang tuanya sakit hati, malah Abah sampai beberapa kali masuk rumah sakit karena memikirkan Melati. Tapi bagaimanapun, Melati tetaplah saudara kembarnya. Meskipun kekecewaannya terlalu besar, bohong kalau Mawar bilang tidak peduli.
Sesuai arahan Mawar, Awan memarkirkan mobilnya di sebuah minimarket yang ada di tepi jalan raya. Rumah Andika masih harus masuk ke sebuah gang yang sulit dimasuki mobil. Jadi mereka memutuskan berjalan menyusuri gang yang hanya cukup untuk dilewati dua motor itu. Hingga mereka sampai di sebuah rumah yang terlihat menyatu dengan deretan rumah lainnya yang identik, selayaknya kontrakan pada umumnya.
Mawar tak membuang waktu lagi untuk menghampiri pintu dan mengetuknya cukup keras. Andika memang suaminya, tapi bukan berarti Ia bisa seenaknya membawa pulang Melati begitu saja tanpa persetujuan keluarga.
"Dik!"
"Andika!"
Tidak ada jawaban. Rumah itu juga tampak sepi.
Awan tak tinggal diam, Ia mengambil posisi di samping Mawar lalu menggedor pintu kayu itu.
"Andika? Keluar lo!"
Karena tak ada jawaban, Awan berhenti menggedor pintu dan beralih melirik istrinya untuk meminta persetujuan, "aku dobrak aja, ya?"
"Nggak perlu gitu juga, Mas."
Awan pun kembali menggedor pintu itu, kini lebih keras lagi. Agak kesal juga karena Mawar menolak usulannya, padahal Awan juga sudah gemas karena dari tadi tidak ada jawaban dari pemilik rumah.
Keributan yang mereka berdua timbulkan sepertinya mengundang beberapa penghuni lain untuk keluar dari rumah mereka dan menghampiri mereka. Beberapa ada yang hanya melihat dari depan pintu, ada juga yang lebih bijak untuk menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...