Happy Reading!
MAWAR AZHARA
Sudah dua bulanan sejak Abah dibolehkan pulang dari rumah sakit. Sejak hari itu Awan jadi sering berkunjung ke rumah. Awalnya dia biasa izin dulu lewat telfon, tapi mungkin karena seringnya gak kukasih izin, Awan lama-lama main dateng seenaknya. Selama di rumah, Awan biasanya akan menghabiskan waktunya dengan Rendra. Lalu setelah mereka berdua capek, seringnya Awan duduk bersama Abah di teras depan. Biasanya mereka main catur, kadang juga cuma ngeteh. Rendra juga gak akan mau lepas sampai Awan pulang. Anak itu manja sekali, biasanya dia minta dipangku selama Awan berbincang dengan Abah.
Sebenarnya aku khawatir saat sadar kalau semua orang di rumah ini sangat baik dalam menyambutnya. Abah pernah bilang, katanya beliau suka ngobrol sama Awan. Kata Abah, Awan itu lucu tapi tetap bisa jaga sopan santun. Kata Abah juga, Awan itu tidak pernah meninggikan derajatnya, gak pernah membahas kehebatannya sendiri. Dia beda dengan laki-laki lain yang sukses dikit langsung umbar saldo sana-sini. Itu semua pendapat Abah, tapi aku membenarkan.
Lain lagi kalau Umma. Biasanya kalau Awan datang, Umma langsung bergegas ke warung untuk beli gorengan dan roti. Kadang Umma juga membuat sendiri gorengannya. Padahal sudah beberapa kali aku bilang, Awan gak suka gorengan, tetep aja Umma siapkan. Dan ternyata selalu habis. Padahal setahuku Awan memang menghindari gorengan selama ini. Entah kenapa kalau pemberian Umma, Awan jadi suka lupa dengan prinsipnya sendiri untuk mengurangi makan gorengan.
Kalau sikap Rendra gak perlu ditanyakan lah ya. Dia denger suara mobil atau motor Awan aja langsung histeris dan berlari ke depan. Aku sama sekali belum mengerti, kenapa Rendra jadi tidak bisa lepas dari Awan. Sejak Awan minta dipanggil Papa, Rendra seakan benar-benar menganggap Awan sebagai Ayahnya. Oh ya, dua minggu lalu Awan tanpa seizinku mendadak membelikan Rendra sepeda. Katanya sebagai hadiah karena Rendra menang lomba estafet kelereng. Agak beda emang jalan pikirnya. Padahal itu cuma lomba main-main waktu kelas olah raga. Kalau lomba estafet tingkat provinsi ya boleh lah Awan kasih hadiah mahal.
Sejak saat itu, aura kebapakan Awan benar-benar bisa kurasakan. Awan mengajari Rendra bersepeda mulai dari dengan telaten menuntunnya, sampai sekarang Rendra sudah bisa mengayuh sendiri dengan hanya mengandalkan dua roda tambahan. Dan jangan lupakan saat suatu waktu Rendra jatuh. Awan menggendongnya dan menahan Rendra dengan satu tangan, sedang tangannya yang lain dengan santai membawa sepedanya. Melihat itu membuatku semakin heran dengan kedekatan mereka. Awan dan Rendra benar-benar terlihat seperti ayah dan anaknya. Aku jadi ingat omongan Melati dulu tentang arti nama Narendra Megha, raja di atas awan katanya. Kayaknya yang dimaksud Melati itu awan yang di langit, bukan Awan yang makhluk super percaya diri dan segudang tingkah anehnya.
Malam ini gak terlalu berbeda. Hanya saja Rendra sepertinya sedang capek bersepeda. Mereka hanya bermain sampai adzan Isya, setelah itu Awan memangku Rendra sambil membicarakan entah apa itu, kayaknya sih cerita Nabi-nabi.
Sampai akhirnya Rendra mendadak mau ikut Umma yang tadi pamit mau ke rumah Pak Fadil, tetangga depan yang sejak sore tadi mengadakan acara syukuran anaknya yang baru lolos seleksi tahap akhir akademi kepolisian. Abah juga disana sejak sore. Disini memang biasanya seperti ini kalau tetangga ada acara. Tetangga yang lain akan berkumpul sampai acara selesai, malah sampai larut malam.
Akhirnya tinggal Awan dan aku di rumah. Aku sebenarnya sejak tadi mengamatinya dari kamar Abah yang juga menghadap ke halaman depan. Awalnya aku mau meminta Awan pulang saja, tapi ada yang beda dari Awan malam ini. Dia kelihatan capek sekali. Sesekali dia tampak meregangkan ototnya lalu memijat sendiri area di sekitar bahunya. Kalau boleh kutebak, kayaknya itu gara-gara pagi tadi beritanya ada kerusakan mesin yang cukup parah. Pasti Awan capek mengawasi maintenance mesin itu. Dia akhirnya merebahkan badannya di kursi kayu itu lalu tak lama terlihat ketiduran dengan berbantalkan lengannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...