Happy Reading
Sekeluarnya dari kamar mandi, perhatian Awan kembali tertuju pada Mawar. Wanita itu sudah duduk di pinggiran ranjang sejak tadi Awan masuk kamar sepulang kerja, dan sepertinya belum bergerak sedikitpun bahkan sampai suaminya selesai mandi sore. Sebenarnya tidak perlu ditanyakan apa yang membebani pikirannya sore ini. Tentu saja karena sebentar lagi Ia harus mengantar Rendra bertemu dengan Melati, ibu kandungnya.
Awan memutuskan duduk di sebelahnya. Mawar menoleh dengan menunjukkan senyum, tapi yang kesedihannya justru lebih jelas terlihat.
"Besok aja kalau kamu emang belum siap."
Senyum yang semula Mawar tunjukkan langsung pudar, memang sulit sekali menyembunyikan rasa sedihnya. Awan yang tidak tega lantas menariknya ke dalam pelukan. Bisa dirasakan air mata mulai membasahi dadanya, bercampur dengan air dingin yang memang belum kering usai mandi tadi.
"Atau mungkin kita bisa tunggu sampai kita punya baby sendiri juga, biar kamu gak terlalu sedih gini."
Mawar menarik tubuhnya. Awan mengangkat sebelah alisnya karena istrinya sekarang tengah menatapnya dengan raut muka kesal.
"Kalau gitu ya Rendra bisa mikir kita buang dia dong, Mas!"
"Kok gitu?"
"Ya bayangin aja, mentang-mentang kita punya anak, terus kita serahin Rendra ke ibu kandungnya. Coba kamu pikirin perasaan Rendra gimana!"
Ganti Awan yang tersenyum kebar. Ia bahkan tidak sampai berfikir sampai kesana. Disekanya bekas basah di pipi Mawar yang mulai tenang.
"Mas," panggil Mawar lirih.
"Hmm?"
"Boleh nggak..."
"Kenapa?" tanya Awan penasaran, Mawar terlihat ragu sekali mau bicara.
"Boleh... peluk lagi?"
Tak perlu menjawab, Awan sendirilah yang menarik Mawar ke dalam dekapannya.
Selain galak, Mawar akhir-akhir ini juga sering keluar sifat manjanya. Tentu saja Awan bersyukur dengan itu. Ia mulai berfikir kalau Mawar sudah semakin nyaman dengannya.
Sebenarnya Awan juga mulai berharap kalau perubahan sifat istrinya itu juga menandakan akan hadirnya buah hati mereka. Tapi sayang Mawar memang tidak pernah mau membicarakannya. Awan sudah pernah berniat mengajaknya ke dokter kandungan, tapi Mawar menolaknya mentah-mentah. Katanya, takut malah malu kalau ternyata hasilnya negatif. Jadi Awan menyuruhnya untuk cek dengan testpack saja, tinggal beli di minimarket, tapi ya sampai sekarang sepertinya Mawar belum melakukannya.
"Awh!" keluh Awan saat entah sadar atau tidak, Mawar malah mencubit punggung polosnya.
"Eh, maaf, Mas."
Tangan Mawar tadi memang naik turun di punggung kokoh itu. Apalagi setelah Ia bisa merasakan semacam garis dengan tekstur berbeda melintang disana. Tanpa dilihat pun, Mawar bisa tahu kalau Ia sedang menyentuh bekas luka milik Awan. Sejak menyentuhnya, jarinya tergerak untuk mengikuti alur yang dibuat luka itu. Dan entah apa tujuannya tadi malah mencubit area di ujung lukanya.
"Kamu kenapa suka banget nyentuh bekas lukaku?" tanya Awan heran. Tentu saja tadi itu bukan pertama kali Mawar melakukannya.
"Gak tau. Suka aja."
Itu juga bukan pertama kali Awan menanyakan alasan Mawar seakan terobsesi dengan bekas lukanya, dan jawabannya selalu sama. Ya seperti tadi, suka aja katanya.
"Kamu mau pelukan gini terus atau mau lanjut ke level berikutnya?" goda Awan.
"Mas, kalau ternyata Rendra yang gak mau tinggal sama Melati gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Rahasia
RomanceDari dulu aku mengagumi Awan, tapi tidak setelah kami menikah. Awan tidak sesempurna yang selama 12 tahun kukenal dari jauh. Awan sekarang tidak lebih dari seseorang yang dingin, angkuh, acuh, dan tidak berperasaan. Sepertinya perpisahan adalah yang...