59. Apa Kabar?

220 59 23
                                    

Semoga gak bosen ya baca kegalauan Awan terus-terusan! 
Aku mikir ini anak emang harus disiksa soalnya wkwkw

~

HAPPY READING!

AWAN MAHENDRA

"Lagi sibuk, Ian?" tanya gue begitu Kian membuka pintu dan menyambut kedatangan kawannya ini dengan muka yang... masam kali, kayaknya gue gak ada salah sama dia. 

"Iya, sibuk."

"Pulang aja yuk, Pa, Om Kian lagi marah-marah," bisik Rendra yang lagi gue gendong. Sebenarnya Kian bukan tipe om-om yang disukai anak kecil seperti Rendra, dia beda jauh dengan Saka yang semua orang diajak ngobrol. Kian itu apa-apa diseriusin. Makanya Rendra gak terlalu senang waktu gue ajak dia ke tempat Kian. Tapi mau gimana lagi, gue gak ada tempat ngobrol lagi. Saka sama Kanaya juga sampai sekarang gak bisa gue hubungi, kayaknya kontak gue mereka masukkan black list.

"Ya udah kalau sibuk, mungkin lain kali aja gue kesini lagi. Gue pulang ya, Ian," pamit gue, sekalian pasang muka teraniaya. Kian ini masih punya hati kok. 

"Nanti kabari ya kapanpun lo gak sibuk. Soalnya perjuangan banget perjalanan kesini. Oh iya, sama kalau gue chat tolong bales ya, Ian. Atau kalau emang lo juga udah gak sudi bales chat gue, sekalian block aja biar gue gak nungguin balesan lo," tutup gue lalu akhirnya balik badan setelah menunjukkan raut muka paling mengenaskan.

Waktu gue udah selangkah berjalan, masih bisa gue dengar Kian mendengus.

"Masuk, Wan!" katanya, singkat, tapi itu cukup menunjukkan kalau Kian masih bisa diharapkan.

Gue gak buang waktu lagi buat mengikutinya yang sudah lebih dulu masuk. Begitu masuk dan menutup pintu, gue akhirnya tau alasan Kian yang tampak kurang senang dikunjungi siang ini. Ada Saka ternyata, lagi duduk bersila di depan televisi. Mereka main PS gak ngajak gue lagi?

"Cukup tau," kata gue waktu berjalan melewati Saka lalu menurunkan Rendra di sofa.

Saka juga gak mempedulikan omongan gue. Entah dia terlalu fokus dengan game yang dimainkannya, atau sengaja mengabaikan.

"Om Saka, adek Angi ikut?" tanya Rendra yang sudah turun sendiri dari sofa lalu berdiri di sebelah Saka. "Adek mana, Om?"

"Om!"

Sebagai ayah, gue sakit hati dengan perlakuan Saka. Dia diam saja waktu Rendra bertanya dengan begitu antusiasnya.

"Sak, tolong, Rendra gak tau apa-apa. Kalau kalian butuh seseorang buat dibenci, gue aja, jangan Rendra."

Saka meletakkan stick PS nya dengan kasar. Dia kemudian menoleh ke arah Rendra, tersenyum, tapi kayaknya gak tulus.

"Adek diajak Opa ke kebun binatang," kata Saka datar.

"Saka!" 

Saka noleh, ekspresinya sedikit berubah mungkin karena menyadari letak kesalahannya. Tapi telat, Rendra keburu mewek dan berlari ke arah gue. 

"Opa kok gak ngajak Rendra juga ya, Pa? Rendra kan mau ikut," adu Rendra dengan memeluk lutut gue. "Rendra nakal ya, Pa, makanya Opa gak mau ngajak Rendra?"

Astaga, kenapa semua orang harus memperlakukan Rendra seperti ini. Gue tau betul perbuatan kotor apa yang gue lakukan di masa lalu. Tapi itu dosa gue sebagai ayahnya, Rendra gak minta untuk hadir ke dunia melalui cara seperti itu.

"Minum dulu, Wan." Kian menyerahkan dua gelas air putih dingin yang barusan diambilnya.

"Makasih, Ian, tapi gue pulang aja kayaknya."

Menikahi RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang